3.2. Macam-macam Gaya dalam Struktur Bangunan
3.2.1.
Proses Analisis
Langkah-langkah dasar proses analisis
struktur dilaksanakan dengan tujuan untuk menentukan kekuatan struktur
sesuai kondisi yang direncakan. Secara umum, langkah-langkah dasar proses analisis adalah:
1.
Menentukan perilaku struktur,
menganalisis menjadi elemen-elemen dasar, serta membuat model kondisi batas elemen
sehingga keadaan gabungan
struktur yang sesungguhnya dapat direpresentasikan. Pemodelan menggunakan anggapan
mengenai gaya dan momen pada elemen struktur
tersebut. Pemodelan
yang digunakan dapat
sederhana misalnya balok di atas tumpuan sederhana,
atau pemodelan yang cukup rumit
misalnya balok pada struktur rangka
yang mempunyai titik hubung kaku, dan yang mengharuskan peninjauan struktur secara lebih luas yang melibatkan bagian-bagian struktur
yang lain.
2.
Menentukan sistem gaya eksternal
yang bekerja pada struktur yang ditinjau. Hal ini sering melibatkan langkah-langkah seperti
bagaimana beban penggunaan
yang bekerja pada permukaan
yang dipikul oleh elemen-elemen struktural dapat disalurkan ke tanah. Hal ini diperlukan
untuk mengetahui bagian mana dari beban total yang dipikul oleh setiap
elemen struktur yang berhubungan. Dengan demikian cukup atau tidaknya
kebutuhan elemen struktur
dapat diketahaui.
3.
Menentukan dan menerapkan prinsip-prinsip keseimbangan, momen dan gaya-gaya reaksi yang timbul sebagai akibat adanya gaya-gaya eksternal. Untuk struktur
statis tertentu dengan menerapkan persamaan-persamaan keseimbangan statika,
yaitu Fx=0, Fy=0, dan
Mo=0. Untuk model struktur
yang lebih kompleks adalah struktur statis
tak tentu maka diperlukan metode penyelesaian khusus.
4.
Menentukan perilaku-perilaku momen dan gaya internal yang timbul dalam struktur sebagai
akibat gaya-gaya eksternal. Pada elemen- elemen kaku linear seperti balok pada umumnya,
hal ini melibatkan penentuan besar dan distribusi
momen secara geser internal dalam struktur.
5.
Menentukan kekuatan
elemen struktur agar cukup kuat untuk memikul gaya-gaya internal tersebut
tanpa mengalami kelebihan tegangan maupun deformasi. Hal ini berarti
melibatkan perhitungan
tegangan yang terkait
dengan gaya internal
yang ada serta membandingkan tegangan tersebut dengan tegangan
yang aman untuk dipikul oleh material yang digunakan. Perkiraan
tegangan aktual memerlukan tinjauan jumlah dan distribusi material dalam struktur.
3.2.2. Aksi Gaya Eksternal Pada Struktur
Aksi gaya eksternal pada struktur menyebabkan timbulnya gaya internal di dalam
struktur. Gaya internal
yang paling umum adalah berupa gaya tarik, tekan,
lentur, geser,
torsi dan tumpu.
Pada gaya internal
selalu berkaitan dengan timbulnya tegangan
dan regangan. Tegangan
adalah ukuran intensitas gaya per satuan luas (N/nm2 atau Mpa), sedangkan regangan adalah
ukuran deformasi (mm/mm).
§
Gaya tarik adalah adalah gaya yang mempunyai kecenderungan untuk menarik elemen hingga putus. Kekuatan
elemen tarik tergantung pada luas penampang elemen atau material
yang digunakan. Elemen yang mengalami tarik dapat mempunyai
kekuatan yang tinggi,
misalnya kabel yang digunakan
untuk struktur bentang panjang.
Kekuatan elemen tarik umunya tergantung dari panjangnya. Tegangan
tarik terdistribusi merata pada penampang elemen.
§
Gaya tekan cenderung untuk menyebabkan hancur
atau tekuk pada elemen. Elemen pendek cenderung
hancur, dan mempunyai kekuatan yang relatif
setara dengan kekuatan
elemen tersebut apabila
mengalami tarik. Sebaliknya kapasitas pikul
beban elemen tekan panjang
akan semakin kecil untuk elemen yang semakin panjang. Elemen tekan panjang dapat menjadi tidak stabil dan secara tiba-tiba
menekuk pada taraf beban kritis. Ketidakstabilan yang menyebabkan elemen tidak dapat menahan
beban tambahan sedikitpun bisa terjadi tanpa kelebihan pada material.
Fenomena ini disebut tekuk (buckling). Adanya fenomena tekuk ini maka elemen tekan yang panjang tidak dapat memikul beban yang sangat besar.
§
Lentur adalah keadaan
gaya kompleks yang berkaitan
dengan melenturnya elemen
(biasanya balok) sebagai
akibat adanya
beban transversal. Aksi lentur menyebabkan serat-serat pada sisi elemen memanjang, mengalami
tarik dan pada sisi lainnya akan mengalami tekan. Jadi keadaan tarik maupun tekan terjadi pada penampang
yang sama. Tegangan
tarik dan tekan bekerja dalam arah tegak lurus permukaan penampang. Kekuatan
elemen yang mengalami
lentur tergantung distribusi material pada penampang
dan juga jenis material. Respon adanya lentur pada penampang
mempunyai bentuk-bentuk khusus yang berbeda-beda.
Gambar 3.14. Aksi gaya-gaya pada tinjauan struktur
Sumber: Schodek,
1999
§
Geser adalah keadaan gaya yang berkaitan dengan aksi gaya-gaya berlawanan arah yang menyebabkan satu bagian
struktur tergelincir terhadap bagian di dekatnya.
Tegangan akan timbul (disebut tegangan geser) dalam arah tangensial permukaan yang tergelincir. Tegangan geser umumnya terjadi
pada balok.
§
Torsi adalah puntir. Tegangan
tarik maupun tekan akan terjadi
pada elemen yang mengalami torsi.
§
Tegangan tumpu terjadi antara bidang
muka kedua elemen
apabila gaya-gaya disalurkan dari satu elemen ke elemen yang lain. Tegangan- tegangan yang terjadi mempunyai
arah tegak lurus permukaan
elemen.
3.2.3. Fenomena Struktural Dasar
a)
Kestabilan menyeluruh
Suatu struktur dapat terguling, tergelincir, atau terpuntir relatif terhadap dasarnya
terutama apabila mengalami beban horisontal seperti angin dan gempa, seperti
pada Gambar 3.15. Struktur
yang relatif tinggi atau struktur yang memiliki dasar yang relatif kecil akan mudah terguling. Ketidak seimbangan terhadap
berat sendiri dapat menyebabkan terjadinya guling. Penggunaan pondasi kaku yang lebar dapat mencegah
tergulingnya bangunan, selain
itu penggunaan elemen-elemen pondasi
seperti tiang-tiang yang mampu memikul gaya tarik.
b) Kestabilan hubungan
Suatu bagian struktur yang tidak tersusun atau terhubung dengan baik akan dapat runtuh secara internal.
Mekanisme dasar-dinding pemikul beban, aksi rangka atau dengan
penambahan elemen diagonal
dapat digunakan untuk membuat
struktur menjadi stabil.
Gambar 3.15. Keruntuhan struktur
dan respon struktur mencegah runtuh
Sumber: Schodek,
1999
c) Kekuatan dan kekakuan elemen
Permasalahan kekuatan dan kekakuan
elemen struktural berkaitan akibat tarik, tekan, lentur, geser, torsi, gaya tumpuan, atau deformasi berlebihan
yang timbul secara internal
dalam struktur karena adanya beban yang diterima. Adanya beban dan gaya juga menimbulkan tegangan- tegangan pada material
elemen struktural tersebut.
3.2.4. Kestabilan Struktur
Kestabilan struktur
diperlukan untuk menjamin
adanya kestabilan bangunan pada segala kondisi
pembebanan yang mungkin
terjadi. Semua struktur akan mengalami perubahan
bentuk atau deformasi
apabila mengalami pembebanan. Pada struktur yang stabil, deformasi yang terjadi akibat beban pada umumnya kecil,
dan gaya internal
yang timbul dalam struktur mempunyai kecenderungan mengembalikan bentuk struktur ke bentuk semula apabila
beban dihilangkan. Pada struktur
yang tidak stabil, deformasi yang terjadi akan cenderung bertambah selama struktur dibebani,
sistem tidak meberikan gaya-gaya internal untuk mengembalikan bentuk struktur ke bentuk semula.
Struktur yang tidak stabil
mudah mengalami keruntuhan (collapse) secara
menyeluruh dan seketika
begitu dibebani.
Stabilitas struktur merupakan
hal yang sulit,
karena sistem struktur merupakan gabungan dari elemen-elemen diskrit. Suatu struktur kolom balok merupakan sistem struktur
yang stabil untuk beban-beban vertikal (Gambar 3.16a).
Pada perubahan pembebanan yang menimbulkan gaya horisontal maka sistem struktur akan mengalami deformasi
(Gambar 3.16b). Kondisi ini menunjukkan bahwa sistem tidak memiliki kemampuan untuk menahan baban
horisontal, serta
tidak memiliki mekanisme
yang dapat mengembalikan ke bentuk
semula apabila beban horisontal tersebut dihilangkan. Sistem
struktur ini merupakan sistem yang tidak stabil,
dan merupakan awal terjadinya keruntuhan.
Gambar 3.16. Analisa kestabilan struktur
Sumber: Schodek,
1999
Cara untuk membentuk sistem struktur menjadi
sistem yang stabil.
-
Penambahan elemen
diagonal pada struktur,
dengan demikian struktur tidak akan mengalami deformasi menjadi
jajaran genjang. Elemen diagonal harus tidak mengalami
perubahan besar pada panjangnya pada saat mengalami deformasi
karena beban horisontal, sehingga
elemen diagonal harus dirancang cukup untuk menahan beban tersebut.
-
Menggunakan dinding geser. Elemennya
berupa elemen permukaan bidang kaku yang dapat menahan
deformasi akibat beban horisontal. Elemen bidang permukaan
kaku dapat terbuat dari konstruksi beton bertulang atau dinding bata, baik dinding penuh atau sebagian.
Ukuran dinding tergantung pada besar gaya yang bekerja
padanya.
-
membentuk hubungan
antara elemen struktur
sedemikian rupa sehingga perubahan
sudut yang terjadi
berharga konstan untuk suatu kondisi
pembebanan yang diterimanya. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat titik hubung kaku antara elemen
struktur pada sudut pertemuan antara elemen struktur
tersebut. Struktur yang menggunakan titik hubung kaku untuk menjamin kestabilan sering disebut sebagai
rangka (frame).
Gambar 3.17.
Contoh komponen struktur untuk bangunan yang umum
Sumber: Schodek,
1999
Untuk menjamin kestabilan struktur
selain menggunakan cara-cara
yang telah disebutkan, dapat pula menggunakan penggabungan dari cara- cara mendasar
tersebut, misalnya elemen
struktur dihubungkan secara
kaku dan mempunyai elemen diagonal (Gambar
3.17). Hal ini akan semakin memperbesar derajat kestabilan atau kestatis-tak-tentuannya.
Pada rakitan komponen struktur, salah satu atau lebih komponen yang menjamin
kestabilan harus digunakan
agar struktur tidak runtuh
secara lateral. Satu elemen struktur
dapat didesain dengan
menggunakan satu cara yang menjamin stabilitas struktur
untuk satu arah lateral, dan cara yang lain untuk arah yang lainnya.
3.2.5. Pemodelan Struktur
Struktur dibagi ke dalam elemen-elemen yang lebih mendasar dengan cara memisahkannya pada hubungan antara
elemen-elemen struktur, kemudian mengganti aksi elemen dengan
sekumpulan gaya-gaya dan momen yang mempunyai efek ekuivalen. Dalam
hal ini gaya yang dimodelkan adalah
gaya-gaya reaksi.
Contoh sederhana
pemodelan struktur untuk perletakan balok sederhana
atau model rangka seperti pada Gambar 3.18.
Gambar 3,18. Pemisahan elemen
struktural
Sumber: Schodek,
1999
Pemodelan efektif
bergantung pada pengidentifikasian perilaku nyata struktural pada titik hubung elemen-elemen struktur. Untuk memudahkan analisis, titik hubung
dapat dimodelkan dalam jenis-jenis dasar hubungan yaitu titik sendi, rol atau jepit. Dalam menentukan model yang paling mendekati kondisi nyata di lapangan, diperlukan pertimbangan yang sangat matang.
Langkah awal mengganalisis suatu titik hubung adalah dengan menyelidiki apakah titik tersebut dapat meneruskan rotasi
pada suatu elemen struktur
ke elemen lainnya akibat
adanya suatu beban. Jika titik hubung tidak meneruskan rotasi maka pemodelannya adalah sendi atau rol.
Perbedaan antara sendi dan rol adalah pada arah penyaluran
gaya. Apabila penyaluran gaya ke sembarang arah maka pemodelannya adalah sendi, sedangkan jika penyalurannya pada satu arah saja maka pemodelannya menggunakan rol.
Apabila titik hubung dapat meneruskan rotasi,
ada momen pada masing-masing ujung elemen
struktur, titik hubung
ini disebut titik hubung kaku (rigid joints). Titik hubung
kaku selalu mempertahankan sudut antar elemen-elemen struktur.
Titik hubung kaku seperti
yang terlihat pada Gambar 3.19(f) merupakan bagian dari satu rangka namun dapat mengalami translasi dan rotasi sebagai satu kesatuan. Jika elemen struktur terjepit kaku dan tidak membolehkan adanya translasi maupun rotasi antar ujung elemen maka titik hubung disebut hubungan ujung jepit Gambar 3.19(o).
Perbedaan antara titik hubung
sendi dan jepit kadang sulit
untuk ditentukan secara langsung.
Biasanya apabila satu elemen struktur dihubungkan dengan yang lainnya pada satu titik saja, maka titik hubung tersebut adalah sendi.
Jika elemen struktur terhubung di dua titik yang berjarak jauh, maka titik hubung tersebut
dikatakan kaku. Gambar 3.19(c) dan (f) mengilustrasikan dua elemen struktur
baja flens lebar yang dihubungkan dengan dua cara berbeda. Gambar 3.19(e) menunjukkan hubungan sendi yang dihubungkan hanya pada satu titik. Gambar
4.4(f) menunjukkan las yang menggabungkan flens dan web kedua elemen struktur menyebabkan titik
hubung tersebut
menjadi kaku.
Pada struktur nyata, titik hubung rol ada yang bisa dan ada yang tidak bisa menahan
gerak ke atas. Rol dapat dibuat menahan
gerak ke atas seperti yang terlihat
pada Gambar 3.19(g).
Selain perilaku berbagai titik hubung, perlu juga diperhatikan persyaratan minimum
mengenai jumlah dan jenis hubungan struktur dengan arah. Kumpulan
titik hubung struktur
harus mampu mempertahankan persamaan
keseimbangan dasar Fx=0, Fy=0, dan Mo=0. Sebagai ilustrasi adalah
sebuah balok tidak dapat terletak di atas dua tumpuan
rol. Disamping karena apabila balok diberi beban horisontal maka struktur akan bertlanslasi pada arah horisontal, atau model struktur
ini tidak dapat memenuhi persamaan Fx=0. .
Pada pemodelan yang diakibatkan adanya
beban eksternal, beban aktual pada suatu struktur
dapat terpusat atau terdistribusi merata pada suatu luasan. Beban terpusat
dapat digambarkan dengan vektor gaya, sedangkan beban merata diperlukan pemodelan jika luasan yang ditinjau terdiri atas elemen-elemen permukaan
dan garis. Setiap elemen akan mengambil bagian dari beban total yang bekerja, bergantung pada susunan elemen-elemen strukturnya.
Sebuah struktur plat sederhana yang tertumpu pada balok, dapat dimodelkan dengan
sistem beban permukaan dari plat yang dipikul oleh sistem balok seperti pada gambar 3.20(a,b, dan c). Sedangkan
pemodelan lain adalah
berdasarkan konsep luas kontribusi, seperti pada gambar 3.20(d,e, dan f).
Gambar 3.19.
Berbagai jenis hubungan dan
pemodelannya
Sumber: Schodek,
1999
Gambar 3.20. Pendekatan
pemodelan pembebanan pada struktur
plat
Sumber: Schodek,
1999
3.4. Cara Menyusun Gaya
3.4.1.
Besaran dan Satuan
Setiap besaran dalam ilmu gaya harus dinyatakan dengan satuan. Umumnya besaran-besaran terbagi
kedalam dimensi massa/mass (M),
panjang/length (L) dan besaran waktu/time (T). Misal satuan massa kg memiliki dimensi M, sedangkan
percepatan gravitasi m/dt2 memiliki dimensi L / T2 atau LT-2 . Sedang satuan gaya Newton, yang dapat diruntut dari kg m
/ dt2, memiliki dimensi
M L T-2.
Sistem satuan yang umum digunakan adalah satuan
metrik dan satuan teknis. Satuan metrik, merupakan
satuan yang memiliki satuan utama metrik, meter – kg. Sedangkan satuan
teknis, merupakan satuan yang umum digunakan di Eropa maupun Amerika berdasarkan satuan utama lb, inch dan foot.
Untuk menyatakan satuan
metrik ke dalam satuan teknis atau sebaliknya memerlukan konversi. Tabel 3.5, menunjukkan satuan utama umum yang perlu diketahui
dalam ilmu teknik berikut konversinya.
3.4.2. Besaran Skalar dan Besaran Vektor
Besaran yang kita nyatakan
kadang tidak mengandung komponen arah. Besaran
ini disebut sebagai besaran
skalar. Sementara besaran lain mengharuskan kita menyertakan arah terhadap
struktur atau titik acuan tertentu. Besaran ini disebut sebagai besaran vektor.
Sebagai contoh, besaran gaya newton atau kg force, akan menjadi kabur jika tidak disertai dengan pernyataan
arah dari suatu titik tangkap,
yakni kemana arah gaya tersebut dan dimana titik tangkapnya pada atau dalam suatu struktur.
Arah dan titik tangkap pada besaran vektor tersebut
akan memberikan konsekuensi yang berbeda dalam penggabungan dari besaran
skalar.
3.4.3. Gaya
Gaya secara singkat dapat diartikan
sebagai besaran usaha yang dikerjakan pada suatu titik dan atau bidang dengan
arah tertentu. Berdasarkan satuan
metrik, satuan
Newton merupakan satuan
gaya yang umum digunakan. Besaran gaya ini merupakan perkalian besaran
massa dan besaran percepatan yang dialamai oleh benda / materi tertsebut.
Suatu masa 1 kg, jika ada di bumi, pasti akan mengalami
percepatan gravitasi (g) yang besarnya mendekati 10 m/dt2. Dengan begitu massa tersebut akan memberikan gaya berat akibat gravitasi sebesar 10 Newton.
Satuan gaya ini kadang
digunakan secara praktis oleh pelaku bidang keteknikan, utamanya
yang banyak terlibat
dengan berat suatu struktur, yakni digunakan
istilah satuan kgf yang mengandung pengertian bahwa 1 kgf (1 kg force) dapat dikonversikan dengan besaran 10 Newton.
Gaya dapat dilukis
dalam bentuk diagram
panah. Panjang diagram merepresentasikan
besar gaya. Sedang arah panah menunjukkan arah gaya yang bersangkutan
Tabel 3.5: Konversi Satuan Amerika Serikat (US) terhadap Satuan Baku Internasional (SI Units)
Sumber: Gere & Timoshenko, 1994
Satuan
Umum Amerika (US
Unit)
|
Pengali
|
Satuan
Internasional (SI
Unit)
|
Percepatan
Foot per detik
kuadrat Ft/sec2
Inch per detik kuadrat Inch/dt2
|
0.305
0.0254
|
Percepatan
Meter per detik
kuadrat M/dt2 Centimeter per
detik2 Cm/dt2
|
Luas (area)
Kaki persegi (square foor) Ft2 Inch persegi (square inch) Inch2
|
0.093
645
|
Luas
Meter persegi M2
Centimeter persegi Cm2
|
Kerapatan Massa (Density)
Slug per foot kubik Slug/ft3
|
515
|
Kerapatan massa
Kilogram per meter kubik Kg/m3
|
Gaya
Pound Lb
Kip (1000 pound) k
|
4.45
4.45
|
Gaya
Newton N
Kilonewton kN
|
Panjang
Foot Ft
Inch Inch
Mile Mile
|
0.31
2.54
1.61
|
Panjang
Meter M
Centimeter Cm
Kilometer Km
|
Massa
Slug Slug
Pound lb
|
14.583
0.4536
|
Masa
Kilogram
(masaa) Kg Kilogram (masa)
|
Gaya Momen
Pound foot Lb ft
Pound inch Lb.inch
Kip foot Kip/fg
Kip inch Kip / inc
|
0.136
13.56
0.136
1.130
|
Momen gaya
Kilogram.meter Kg.m
Kilogram.centimeter Kg.cm
Ton. Meter T m
Ton centimeter T cm
|
Tekanan; tegangan
Pound per square
foot Lb/ft2
Pound per square inch Lb/ich2
Kip pert square
foot Kip/ft2
Kip per square inch Kip/inch2
|
6.8948
6.8948
47.880
6.8948
|
Tegangan
Kilo Newton/meter2 kN/m2
Newton/centi meter2 N/cm2
Kilo Newton/meter2 kN/m2
Newton/centi meter2 N/cm2
|
Berat Jenis (specific weight)
Pound per foot kubik Lb/ft3
Pound per inch kubik Lb/inch3
|
16.019
27.68
|
Berat Jenis
Kilogram per meter kubik Kg/m3 Gram centimeter kubik Gr/cm3
|
Volume
Ounces (oz) Oz
Gallon Ft3
Foot kubik (cubic foot) Ft3
Cubic yards Yd3
Inch kubik (cubic inch) Inch3
|
29.574
3.7854
0.02832
0.07646
0.1639
|
Volume
Mililiter=centimeter kubik Ml = cc Liter = Desimeter kubik Lt Meter kubik M3
Meter kubik M3
Liter Lt
|
a) Arah Gaya
Berdasarkan arah pada suatu bidang datar dan terhadap titik tangkap tertentu, gaya dapat dibagi menjadi
gaya datar (horisontal), vertikal dan gaya yang berarah
miring.
Gambar 3.21. Arah gaya pada suatu bidang: (a) Horisontal, (b) vertikal dan(c)
gaya miring / diagonal.
Sumber: Gere & Timoshenko, 1994
b) Gaya Normal
Terhadap arah serat batang
struktur, gaya-gaya tersebut
dapat dibedakan dan diuraikan ke dalam gaya normal/sejajar serat dan gaya melintang/tegak lurus serat.
Berdasarkan arah, gaya normal dapat berupa gaya tekan, sering disepakati dengan tanda N – (Normal negatif)
dan gaya tarikan sebagai N + (gaya normal positif).
c) Gaya Lintang
Terhadap serat batang, gaya ini memiliki
arah tegak lurus atau melintang.
Karenanya, gaya ini lebih sering
disebut sebagai
gaya lintang atau gaya geser. Ditinjau dari arah terhadap
tampang batang, gaya lintang dapat berupa
gaya lintang positif (+) dan gaya lintang negatif
(-). Sebenarnya pembedaan
tanda tersebut hanya didasarkan kesepakatan agar memberi kemudahan
dan keajegan presentasi perhitungan pada perancangan struktur.
Gambar 3.22.
Gaya normal dan
gaya lintang: (a) Gaya normal Tekan (P1),
(b) Normal
Tarik (P2) dan gaya lintang negatif
(P3), (c) gaya lintang positif
(P4)
Sumber: Gere & Timoshenko, 1994
Gaya lintang positif
dapat ditandai dengan bagian kiri dari batang tergeser berarah ke atas, sementara
bagian kiri mengarah
ke bawah. Dengan begitu mengakibatkan batang yang terkena gaya tersebut
berputar kekanan. Sedang
gaya lintang negatif,
merupakan kebalikan gaya lintang posif, mengakibatkan dua bagian
batang berputar ke kiri.
d) Momen
Batang yang dikenai gaya tegak lurus terhadap
batang akan menghasilkan gaya putar (rotasi)
terhadap titik yang berjarak tertentu di sepanjang batang.
Gaya memutar tersebut
disebut sebagai
momen. Dengan begitu besaran momen merupakan perkalian
antara gaya (tegak lurus) dengan lengan momen.
Berdasarkan arah putaran, momen dapat berupa momen yang berotasi searah jarum jam (MR +) dan momen yang berotasi melawan arah jarum jam (MR -). Sedangkan
terhadap akibat yang ditimbulkan
pada batang, momen tersebut
akan melenturkan batang. Momen ini disebut sebagai momen
lentur (M ltr). Momen lentur inipun
di bedakan menjadi momen lentur positif
( M ltr +) dan momen lenturan
negatif (M Ltr -).
Gambar 3.23. P1, P2 dan P3 menghasilkan momen rotasi negatif, P2 gambar (b) menyebabkan momen lentur negatif,
P3 pada gambar (c) menyebabkan
momen lentur positif
Sumber: Gere & Timoshenko, 1994
Momen lentur positif ditandai dengan bagian atas serat/
tampang mengalami tekanan
dan bagian bawah tampang mengalami
tarikan. Sedangkan momen lentur negatif
ditandai dengan
bagian atas tampang melintang batang
mengalami tarikan dan bagian bawah tampang batang mengalami tekanan.
Selain momen lentur, momen dapat pula terdiri
dari momen puntir dan momen kopel.
Contoh momen puntir yang sering dijumpai
adalah momen yang dialami oleh batang obeng (screw driver). Momen ini bekerja sejajar dengan
tampang melintang batang.
Sedangkan momen kopel merupakan momen pada suatu titik pada gelegar yang bekerja sejajar
arah panjang gelegar atau batang. Ilustrasi puntir
kopel ditunjukkan pada Gambar 3.24.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar