3.1. Elemen-elemen Sistem Struktur Bangunan
Struktur bangunan adalah bagian
dari sebuah sistem
bangunan yang bekerja untuk menyalurkan beban yang diakibatkan oleh adanya bangunan di atas tanah. Fungsi
struktur dapat disimpulkan untuk memberi
kekuatan dan kekakuan yang diperlukan untuk mencegah sebuah bangunan mengalami keruntuhan. Struktur merupakan bagian bangunan yang menyalurkan beban-beban. Beban-beban tersebut
menumpu pada elemen- elemen untuk selanjutnya disalurkan ke bagian
bawah tanah bangunan, sehingga beban-beban tersebut
akhirnya dapat di tahan.
2.2.1. Sejarah Perkembangan Sistem Struktur
Secara singkat sejarah teknik
struktur dapat dijelaskan melalui perubahan-perubahan sistem struktur dari penggunaan desain coba-coba yang digunakan oleh Mesir dan Yunani kuno hingga sistem struktur canggih yang digunakan saat ini. Perubahan bentuk struktur berhubungan erat dengan penggunaan
material, teknologi konstruksi,
pengetahuan perencana
pada perilaku struktur atau analisis
struktur, hingga keterampilan pekerja konstruksinya.
lentur (Gambar 3.1). Oleh
kare- nanya sistem post-and-lintel yaitu balok batu masif
bertum- pu pada kolom
batu yang relatif
Gambar 3.1. Struktur post and lintel Bangunan
batu di Mesir
Sumber: Bautechnik Fachunde, 2007
tebal, memiliki kapasitas terbatas
untuk menahan beban-beban horisontal atau beban eksentris vertikal,
bangunan-bangunan menjadi
relatif rendah.
Untuk stabilitas
kolom harus dibuat tebal, dengan
pertimbangan bahwa kolom ramping
akan lebih mudah roboh dibandingkan dengan kolom tebal.
Yunani, lebih tertarik dengan kolom batu dengan penampilan yang lebih halus (Gambar 3.2), menggunakan tipe yang sama dengan post-and-lintel
sistem pada bangunan Parthenon. Hingga awal abad 20-an, lama setelah konstruksi post-and-lintel digantikan oleh baja dan rangka beton, para arsitek
melanjutkan dengan menutup
fasad kuil Yunani klasik pada bagian penerima bangunan-bangunan.
Tradisi kla- sik jaman Yunani kuno sangat
mempengaruhi masa-masa sete- lah pemerintahan mundur.
Gambar 3..2 Struktur post and lintel Bangunan
Parthenon
Sumber: Bautechnik Fachunde, 2007
Gambar 3.3. Struktur lengkung pada Bangunan
di Roma
Sumber: Bautechnik Fachunde, 2007
Sebagai pembangun berbakat,
para teknisi Roma mengguna- kan struktur
lengkung secara luas, seperti yang sering ditemui dalam deret-deret ben- tuk bertingkat pada stadion (coliseum), terowongan air, dan jembatan (Gambar 3.3).
Bentuk
lengkung dari busur memungkinkan bentang bersih yang lebih panjang
dari yang bisa diterapkan pada bangunan dengan konstruksi pasangan batu post-and-lintel. Stabilitas bangunan lengkung
mensya- ratkan: 1) seluruh penampang bekerja menahan gaya tekan akibat kombinasi
beban-beban keseluruhan, 2) abutmen
atau dinding akhir mempunyai
ke- mampuan yang cukup untuk menyerap gaya diagonal yang besar pada dasar lengkungan.
Orang-orang
Roma mengembangkan metode
pembentukan pelingkup ruang interior dengan kubah batu, seperti terlihat
pada Pantheon yang ada di Roma.
Selama periode Gothic banyak bangunan-bangunan katedral
megah seperti Chartres
dan Notre Dame,
bentuk lengkung diperhalus dengan hiasan- hiasan yang banyak dan berlebihan, bentuk-bentuk yang ada menjadi
semakin lebar (Gambar
3.4). Ruang- ruang atap dengan
lengkungan tiga dimensional juga ditunjukan pada konstruksi atap-atap katedral. Elemen- elemen batu yang melengkung atau disebut
flying buttresses, yang digunakan bersama dengan tiang-tiang penyangga dari kolom
batu
yang
tebal
Gambar 3.4 Struktur
lengkung kubah Bangunan
Sumber: Bautechnik Fachunde, 2007
atau dinding
yang menyalurkan gaya dari kubah atap ke tanah (Gambar 3.5). Bidang teknik pada periode ini menghasilkan pengalaman yang tinggi berdasar pada apa yang dipelajari ahli bangunan
dan mengajarkan pada murid-muridnya, selanjutnya ketrampilan ini diturunkan pada generasi- generasi selanjutnya.
Gambar 3.5. Penampang
sistem struktur pada bangunan katedral
Sumber: Leet, 2002
Meskipun katedral dan istana-istana megah didirikan
selama bebarapa abad di Eropa tetapi tidak ada perubahan
yang signifikan pada teknologi konstruksi, hingga
diproduksinya besi tuang sebagai
bahan komersial pada pertengahan abad ke-18. Bahan ini memungkinkan ahli teknik untuk mendesain
bangunan dengan sederhana tetapi dengan balok- balok yang kuat, kolom-kolom dengan penampang yang lebih solid. Hal ini memungkinkan desain
struktur yang ringan dengan bentang yang lebih panjang dan bukaan-bukaan yang lebih lebar. Dinding penahan yang masif digunakan untuk konstruksi batu yang tidak memerlukan bentang
panjang. Pada akhirnya, baja dengan
kemampuan menahan gaya tarik yang tinggi dan tekan yang besar memungkinkan konstruksi dari struktur-struktur yang tinggi hingga saat ini untuk gedung
pencakar langit (skyscraper).
Gambar 3.6. Struktur rangka baja
Menara Eifel, Paris
Sumber: Leet, 2002
Pada akhir
abad ke-19, Eifel, seorang ahli teknik perancis yang banyak
membangun jembatan baja bentang pan- jang mengembangkan inovasi-nya
untuk Menara Eifel, yang dikenal
sebagai simbol kota Paris (Gambar 3.6). Dengan adanya pengembangan kabel baja tegangan tinggi,
para ahli teknik memungkinkan memba-ngun jembatan gantung dengan bentang panjang.
Penambahan tulangan baja pada beton memungkinkan para ahli untuk mengganti
beton tanpa tulangan
menjadi lebih kuat, dan menjadikan elemen struktur lebih liat (ductile). Beton bertulang me- merlukan cetakan sesuai dengan variasi
bentuk yang diinginkan. Sejak beton bertu-
lang menjadi lebih monolit yang berarti bahwa aksi beton dan baja menjadi satu kesatuan
unit, maka beton bertulang memiliki
kemampuan yang lebih tidak terbatas.
Pengembangan metode analisis memungkinkan perencana memprediksikan gaya-gaya dalam pada konstruksi beton bertulang, desain
merupakan semi empiris
dimana perhitungan didasarkan pada penelitian pada pengamatan perilaku dan pengujian-pengujian, serta dengan menggu- nakan prinsip-prinsip mekanika. Pada awal tahun 1920-an dengan meng- gunakan momen distribusi oleh Hardy Cross, para ahli menerapkan teknik yang relatif
sederhana untuk menganalisis struktur. Perencana menjadi lebih terbiasa menggunakan momen distribusi untuk menganalisis
rangka struktur yang tidak terbatas, dan menggunakan beton bertulang sebagai
material bangunan yang berkembang pesat.
Dikenalnya teknik las pada akhir abad ke-19 memungkinkan pe- nyambungan elemen baja dan menyederhanakan konstruksi rangka kaku baja. Selanjutnya, pengelasan menggantikan plat-plat
sambung berat dan sudut-sudut yang menggunakan paku keling.
Saat ini perkembangan komputer dan penelitian-penelitian dalam ilmu bahan menghasilkan perubahan besar dari ahli-ahli teknik struktur dalam mengembangan pendukung
khusus struktur. Pengenalan komputer dan pengembangan metode
matriks untuk balok, pelat dan elemen bidang permukaan memungkinkan perencana menganalisis struktur yang kompleks dengan cepat dan akurat.
2.2.2. Klasifikasi Struktur
Untuk dapat memahami suatu bidang ilmu termasuk struktur bangunan, maka pengetahuan tentang bagaimana kelompok-kelompok dalam struktur dibedakan, diurutkan, dan dinamakan
secara sistematis
sangat diperlukan. Pengetahuan tentang
kriteria dan kemungkinan hubungan dari bentuk-bentuk menjadi
dasar untuk mengklasifikasikan struktur bangunan. Metode
umum yang sering digunakan
adalah mengklasifikasikan elemen struktur dan sistemnya
menurut bentuk dan sifat fisik dasar dari suatu
konstruksi, seperti pada Gambar 3.7.
Klasifikasi struktur berdasarkan geometri atau bentuk dasarnya:
·
Elemen garis atau elemen yang disusun dari elemen-elemen garis, adalah klasifikasi elemen yang panjang dan langsing
dengan potongan melintangnya lebih kecil dibandingkan ukuran panjangnya. Elemen garis dapat dibedakan
atas garis lurus dan garis lengkung.
·
Elemen permukaan
adalah klasifikasi elemen yang ketebalannya lebih kecil dibandingkan ukuran panjangnya. Elemen permukaan, dapat berupa
datar atau lengkung.
Elemen permukaan lengkung bisa berupa lengkung
tunggal ataupun
lengkung ganda
Klasifikasi struktur berdasarkan karakteristik kekakuannya
elemennya:
·
Elemen kaku, biasanya
sebagai batang yang tidak mengalami perubahan bentuk yang cukup besar apabila mengalami gaya akibat beban-beban.
·
Elemen tidak
kaku atau fleksibel, misalnya
kabel yang cenderung berubah menjadi bentuk tertentu
pada suatu kondisi pembebanan. Bentuk struktur ini
dapat
berubah
drastis
sesuai
perubahan
pembebanannya. Struktur fleksibel
akan mempertahankan keutuhan fisiknya meskipun bentuknya berubah-ubah.
Gambar 3.7. Klasifikasi elemen struktur
Sumber: Schodek,
1999
Berdasarkan susunan elemen, dibedakan menjadi 2 sistem seperti diilistrasikan pada Gambar 3.8:
·
Sistem satu arah, dengan
mekanisme transfer beban dari struktur untuk
menyalurkan ke tanah merupakan
aksi satu arah saja. Sebuah balok yang terbentang
pada dua titik tumpuan adalah contoh sistem satu arah.
·
Sistem dua arah, dengan dua elemen bersilangan yang terletak di atas dua titik tumpuan
dan tidak terletak di atas garis yang sama. Suatu pelat bujur sangkar datar yang kaku dan terletak di atas tumpuan pada tepi-tepinya
Gambar 3.8. Klasifikasi struktur menurut
mekanisme transfer beban
Sumber: Schodek,
1999
Berdasarkan material pembentuknya, dibedakan:
·
Struktur kayu
·
Struktur baja
·
Struktur beton, dll
2.2.3. Elemen-elemen Utama Struktur
Elemen-elemen struktur
utama seperti pada Gambar 3.9, dike- lompokan menjadi
tiga kelompok utama,
yaitu:
·
Elemen kaku yang umum digunakan: balok, kolom,
pelengkung, pelat datar, pelat berkelengkungan tunggal dan cangkang.
·
Elemen tidak
kaku atau fleksibel: kabel, membran atau bidang berpelengkung tunggal maupun ganda.
·
Elemen-elemen yang merupakan rangkaian
dari elemen-elemen tunggal: rangka,
rangka batang, kubah, dan jaring.
a) Balok dan Kolom
Struktur yang dibentuk dengan
cara meletakkan elemen kaku horisontal di atas elemen kaku vertikal.
Elemen horisontal (balok) memikul beban yang bekerja
secara transversal dari panjangnya dan menyalurkan beban tersebut
ke elemen vertikal (kolom)
yang menumpunya. Kolom dibebani secara aksial oleh balok, dan akan menyalurkan beban tersebut
ke tanah. Balok akan melentur sebagai akibat dari beban yang bekerja secara transversal, sehingga balok sering disebut memikul beban secara melentur. Kolom tidak melentur ataupun melendut karena pada umumnya mengalami
gaya aksial saja.
Pada suatu bangunan
struktur balok dapat merupakan balok tunggal
di atas tumpuan
sederhana ataupun
balok menerus. Pada umumnya balok menerus
merupakan struktur yang lebih menguntungkan dibanding
balok bentangan tunggal
di atas dua tumpuan
sederhana.
b) Rangka
Gambar 3.9.
Jenis-jenis elemen struktur
Sumber: Schodek, 1999
Struktur rangka secara sederhana sama dengan jenis balok-tiang (post-and-beam),
tetapi dengan aksi struktural yang berbeda karena adanya titik hubung kaku antar elemen vertikal dan elemen horisontalnya.
Kekakuan titik hubung ini memberi kestabilan terhadap gaya lateral.
Pada sistem rangka ini, balok maupun kolom akan melentur sebagai akibat adanya aksi beban pada struktur.
Pada struktur rangka panjang setiap elemen terbatas, sehingga biasanya
akan dibuat dengan pola berulang.
c) Rangka Batang
Rangka batang (trusses) adalah struktur yang dibuat dengan menyusun elemen
linier berbentuk batang-batang yang relatif pendek dan lurus menjadi pola-pola
segitiga. Rangka
batang yang terdiri atas elemen- elemen diskrit akan melendut secara
keseluruhan apabila
mengalami pembebanan
seperti
halnya
balok
yang
terbebani
transversal.
Setiap
elemen batangnya tidak melentur tetapi
hanya akan mengalami
gaya tarik atau tekan saja.
d) Pelengkung
Pelengkung adalah
struktur yang dibentuk oleh elemen
garis yang melengkung dan membentang antara dua titik. Struktur ini umumnya terdiri atas potongan-potongan kecil yang mempertahankan posisinya akibat adanya pembebanan. Bentuk lengkung dan perilaku beban merupakan
hal pokon yang menentukan apakah struktur
tersebut stabil
atau tidak. Kekuatan struktur tergantung dari bahan penyusunnya serta beban yang akan bekerja
padanya. Contoh struktur pelengkung adalah
pelengkung yang dibentuk dari susunan bata. Bentuk struktur pelengkung yang banyak digunakan pada bangunan modern
adalah pelengkung kaku (rigid arch). Struktur ini hampir sama dengan pelengkung bata tetapi terbuat
dari material kaku. Struktur pelengkung
kaku dapat menahan beban aksial lebih baik tanpa
terjadi lendutan atau bengkokan
pada elemen strukturnya, jika dibandingkan dengan
pelengkung bata.
e) Dinding dan Plat
Pelat datar dan dinding adalah struktur kaku pembentuk permukaan. Suatu dinding
pemikul beban dapat memikul beban baik beban yang bekerja dalam arah vertikal
maupun beban lateral seperti
beban angin maupun gempa.
Jika struktur dinding terbuat
dari susunan material kecil seperti bata, maka kekuatan
terhadap beban dalam arah tegak lurus menjadi sangat
terbatas.
Struktur pelat datar digunakan secara horisontal dan memikul beban sebagai lentur dan meneruskannya ke tumpuan. Struktur
pelat dapat terbuat dari beton bertulang ataupun baja. Pelat horisontal dapat dibuat
dengan pola susunan elemen garis yang kaku dan pendek, dan bentuk segitiga
tiga dimensi digunakan untuk memperoleh kekakuan yang lebih baik. Struktur pelat dapat berupa pelat lipat (folded
plate) yang merupakan
pelat kaku, sempit, panjang,
yang digabungkan di sepanjang sisi panjangnya dan digunakan dengan bentang
horisontal.
f) Cangkang silindrikal dan terowongan
Cangkang silindrikal dan terowongan merupakan jenis struktur pelat- satu-kelengkungan. Struktur cangkang
memiliki bentang longitudinal dan kelengkungannya tegak lurus terhadap
diameter bentang.
Struktur cangkang yang cukup
panjang akan berperilaku sebagai balok dengan
penampang melintang adalah kelengkungannya. Bentuk struktur
cangkang ini harus terbuat dari material
kaku seperti beton bertulang atau baja.
Terowongan adalah struktur
berpelengkung tunggal yang membentang pada arah transversal. Terowongan
dapat dipandang sebagai pelengkung menerus.
g) Kubah dan Cangkang Bola
Kubah dan cangkang
bola merupakan bentuk struktur berkelengkungan ganda. Bentuk
kubah dan cangkang
dapat dipandang
sebagai bentuk
lengkungan yang diputar. Umumnya
dibentuk dari material kaku seperti beton bertulang, tetapi
dapat pula dibuat
dari tumpukan bata. Kubah dan cangkang bola adalah struktur yang sangat efisien
yang digunakan pada bentang besar,
dengan penggunaan material
yang relatif sedikit. Struktur
bantuk kubah dapat juga dibuat dari elemen-elemen garis, kaku, pendek dengan
pola yang berulang, contohnya adalah kubah geodesik.
h) Kabel
Kabel adalah elemen struktur fleksibel. Bentuk struktur kabel tergantung dari basar dan perilaku beban yang bekerja padanya.
Struktur kabel yang ditarik pada kedua ujungnya,
berbentuk lurus saja disebut tie- rod. Jika pada bentangan kabel terdapat
beban titik eksternal maka bentuk kabel akan berupa segmen-segmen garis. Jika beban yang dipikul
adalah beban terbagi
merata, maka kabel akan berbentuk lengkungan, sedangkan berat sendiri struktur kabel akan menyebabkan bentuk lengkung yang disebut catenary-curve.
i) Membran, Tenda dan Jaring
Membran adalah lembaran tipis dan fleksibel. Tenda biasanya dibentuk
dari permukaan membran. Bentuk
strukturnya dapat berbentuk sederhana maupun kompleks
dengan menggunakan membran-membran. Untuk permukaan
dengan kelengkungan ganda seperti permukaan bola, permukaan aktual harus tersusun dari segmen-segmen yang jauh lebih kecil karena umumnya membran
hanya tersedia dalam
bentuk lembaran- lembaran datar.
Membran fleksibel yang dipakai pada permukaan dengan menggantungkan pada sisi cembung
berarah ke bawah,
atau jika berarah keatas harus ditambahkan mekanisme tertentu agar bentuknya dapat tetap. Mekanisme lain adalah dengan menarik membran
agar mempunyai bentuk tertentu. Jaring adalah permukaan
tiga dimensi yang terbuat dari sekumpulan kabel lengkung
yang melintang.
2.2.4. Satuan Struktur Utama dan Penggabungannya
Dalam bidang teknik sipil aplikasi struktur
terutama dibedakan
pada jenis struktur gedung dan struktur untuk bangunan
lain. Pada struktur gedung kombinasi struktur selalu berperilaku untuk membentuk volume (ruang) tertentu. Sedangkan bangunan lain (contohnya jembatan), struktur bangunan berfungsi
untuk memikul permukaan linear.
Satuan struktural utama adalah struktur minimum yang digunakan pada konteks bangunan
gedung yang dapat dipergunakan baik secara individual maupun secara
berulang. Sebagai contoh,
empat kolom beserta permukaan bidang kaku yang ditumpunya membentuk volume ruang tertentu merupakan satuan struktural utama. Satuan ini dengan susunan bersebelahan maupun bertumpuk
akan membentuk volume ruang
yang lebih besar. Jika diletakkan bersebelahan maka kolom-kolom dapat dipergunakan bersama oleh masing-masing satuan.
Satuan struktural utama dapat terdiri atas kombinasi elemen-elemen linier/garis, bidang/permukaan, vertikal maupun horisontal, baik tunggal maupun rangkaian
rangka. Satuan struktural yang biasa dijumpai
dapat dibedakan menjadi:
·
Sistem yang membentang secara horisontal
·
Sistem yang membentang secara
vertikal
·
Sistem tumpuan
lateral.
Gambar 3.10. Susunan sistem
struktur penahan bentang
horisontal untuk bentang pendek
Sumber: Schodek,
1999
Pada permukaan datar, sistem yang membentang
secara horisontal
dapat terdiri atas satu atau dua elemen yang membentang. Untuk sistem yang terdiri
atas elemen-elemen pembentang secara
vertikal dapat berupa hirarki: bidang pembentuk permukaan yang terbentang pendek akan ditumpu oleh balok-balok sekunder (balok anak) yang berjarak
dekat antara satu dengan lainnya,
balok-balok sekunder selanjutnya akan dipikul
oleh balok-balok lain (utama/induk) yang lebih besar dengan jarak yang lebih lebar, balok-balok utama ini yang akan menyalurkan beban
ke elemen pemikul vertikal.
Hirarki elemen-elemen struktur
dapat terdiri atas dua lapis, tiga lapis atau lebih, tetapi hirarki tiga lapis adalah hirarki
yang paling sering digunakan. (Gambar 3.10).
Pada situasi dengan bentang-bentang pendek sistem lantai dan balok-balok sering digunakan, sedangkan
untuk bentang struktur yang panjang rangka batang atau struktur
kabel merupakan sistem yang banyak digunakan (Gambar 3.11).
Pada tumpuan vertikal, umumnya terdiri atas dinding pemikul beban dan sistem kolom. Dinding pemikul beban dapat digunakan
untuk menerima beban pada seluruh bagian panjangnya, misalnya
dari bidang horisontal. Pada sistem kolom akan menerima gaya-gaya
terpusat saja, umumnya dari ujung-ujung balok.
Gambar 3.11. Susunan sistem struktur penahan bentang horisontal untuk
bentang lebar atau panjang
Sumber: Schodek,
1999
Beban-beban yang bekerja pada arah horisontal seperti angin atau gempa dapat
menyebabkan struktur
runtuh secara lateral.
Struktur dinding dapat memikul
beban-beban tersebut, sebaliknya sistem
balok dan kolom membutuhkan elemen-elemen pemikiul
lain misalnya elemen linier diagonal.
3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi struktur
3.2.1.
Kriteria desain struktur
Untuk melakukan desain dan analisis
struktur perlu ditetapkan kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan bahwa struktur sesuai
dengan manfaat penggunaannya. Beberapa
kriteria desain
struktur:
§
Kemampuan layan (serviceability)
Struktur harus mampu memikul beban rancangan secara
aman, tanpa kelebihan tegangan pada
material dan mempunyai
batas deformasi dalam batas
yang diizinkan. Kemampuan layan meliputi:
- Kriteria kekuatan yaitu pemilihan dimensi
serta bentuk elemen struktur pada
taraf yang dianggap
aman sehingga kelebihan tegangan pada material (misalnya ditunjukkan adanya
keratakan) tidak terjadi.
- variasi kekakuan
struktur yang berfungsi untuk mengontrol deformasi yang diakibatkan oleh beban. Deformasi
merupakan perubahan bentuk bagian struktur yang akan tampak jelas oleh pandangan mata, sehingga sering tidak diinginkan terjadi.
Kekakuan sangat tergantung pada jenis, besar, dan distribusi bahan pada sistem struktur.
Untuk mencapai kekakuan struktur
seringkali diperlukan elemen struktur yang cukup banyak
bila dibandingkan untuk memenuhi syarat
kekuatan struktur.
- gerakan pada struktur
yang juga berkaitan
dengan deformasi. Kecepatan dan percepatan aktual struktur yang memikul beban dinamis dapat dirasakan oleh pemakai bangunan, dan dapat menimbulkan
rasa tidak nyaman. Pada struktur
bangunan tinggi terdapat gerakan
struktur akibat
beban angin. Untuk itu diperlukan kriteria mengenai batas kecepatan dan percepatan yang diizinkan. Kontrol akan tercapai melalui manipulasi kekakuan struktur dan karakteristik redaman.
§ Efisiensi
Kriteria efisiensi
mencakup tujuan untuk mendesain struktur
yang relatif lebih ekonomis. Indikator yang sering digunakan pada kriteria
ini adalah jumlah material
yang diperlukan untuk memikul
beban. Setiap sistem struktur dapat memerlukan material
yang berbeda untuk
memberikan kemampuan layan struktur yang sama. Penggunaan volume yang minimum sebagai kriteria
merupakan konsep yang penting bagi arsitek maupun perencana struktur.
§ Konstruksi
Tinjauan konstruksi juga akan mempengaruhi pilihan struktural. Konstruksi merupakan kegiatan perakitan
elemen-elemen atau material- material struktur.
Konstruksi akan efisien
apabila materialnya mudah dibuat dan dirakit. Kriteria konstruksi sangat luas mencakup
tinjauan tentang cara atau metode
untuk melaksanakan struktur bangunan, serta jenis dan alat
yang diperlukan dan waktu penyelesaian. Pada umumnya perakitan dengan bagian-bagian yang bentuk dan ukurannya
mudah dikerjakan dengan peralatan konstruksi yang ada merupakan hal yang dikehendaki.
§ Ekonomis
Harga merupakan faktor yang menentukan pemilihan struktur. Konsep harga berkaitan
dengan efisiensi bahan dan kemudahan pelaksanaannya. Harga total seuatu struktur
sangat bergantung pada banyak dan harga material
yang digunakan, serta
biaya tenaga kerja pelaksana konstruksi, serta biaya peralatan
yang diperlukan selama pelaksanaan.
§ Lain-lain
Selain faktor yang dapat diukur
seperti kriteria sebelumnya, kriteria relatif yang lebih subyektif
juga akan menentukan pemilihan struktur.
Peran struktur
untuk menunjang tampilan dan estetika oleh perancang atau arsitek bangunan termasuk
faktor yang juga sangat penting dalam pertimbangan struktur.
3.2.2. Pembebanan pada Struktur
Dalam melakukan analisis desain suatu struktur, perlu ada gambaran yang jelas mengenai
perilaku dan besar beban yang bekerja pada struktur. Gambar 3.12, menunjukan diagram beban-beban yang harus diperhatikan dan cara untuk menentukan
karakteristiknya. Perencanaan pembebanan di Indonesia
diatur
melalui
SNI
03-1727-1989-F,
Tata cara
perencanaan
Gambar 3.12. Skema pembebanan
struktur
Sumber: Schodek,
1999
Hal penting yang mendasar adalah pemisahan antara beban-beban yang bersifat
statis dan dinamis.
-
Gaya statis adalah gaya yang bekerja secara
terus-menerus pada struktur. Deformasi
ini akan mencapai
puncaknya apabila
gaya statis maksimum.
-
Gaya dinamis adalah gaya yang bekerja secara tiba-tiba dan/atau kadang-kadang pada struktur. Pada umumya mempunyai karakterisitik besar dan lokasinya
berubah dengan cepat. Deformasi pada struktur akibat
beban ini juga berubah-ubah secara
cepat. Gaya dinamis dapat
menyebabkan terjadinya osilasi pada struktur hingga deformasi puncak tidak terjadi bersamaan dengan
terjadinya gaya terbesar
a) Gaya-gaya Statis
Gaya-gaya statis pada umumnya
dapat dibagi lagi menjadi beban mati, beban hidup,
dan beban akibat penurunan atau efek termal.
Beban Mati adalah beban-beban yang bekerja
vertikal ke bawah pada struktur
dan mempunyai karakteristik bangunan, seperti misalnya penutup lantai,
alat mekanis, partisi yang dapat dipindahkan, adalah beban mati. Berat eksak elemen-elemen ini pada umumnya
diketahui atau dapat dengan mudah ditentukan dengan derajat ketelitian cukup tinggi.
Semua metode untuk menghitung beban mati suatu elemen adalah didasarkan atas peninjauan berat satuan material yang terlihat dan berdasarkan volume elemen tersebut. Berat satuan (unit weight) material secara
empiris telah ditentukan dan telah banyak
dicantumkan tabelnya pada sejumlah sumber untuk memudahkan perhitungan beban mati (Tabel 3.1).
Beban hidup adalah beban-beban yang bisa ada atau tidak ada pada struktur
untuk suatu waktu yang diberikan.
Meskipun dapat berpindah- pindah, beban hidup masih dapat dikatakan bekerja secara perlahan-lahan pada struktur. Beban
penggunaan (occupancy loads) adalah beban hidup. Yang termasuk ke dalam beban penggunaan adalah berat manusia, perabot, barang yang disimpan, dan sebagainya (Tabel
3.2).
Dalam peraturan pembebanan Indonesia, beban hidup meliputi:
-
Beban hidup pada lantai gedung
o Beban sudah termasuk perlengkapan ruang sesuai dengan kegunaan ruang yang bersangkutan, serta dinding pemisah ringan dengan
berat tidak lebih 100 kg/m2. Beban untuk perlengkapan ruang yang berat
harus ditentukan tersendiri.
o Beban tidak perlu
dikalikan koefisien
kejut
o Beban lantai untuk
bangunan multi guna harus menggunakan beban terberat yang mungkin terjadi
-
Beban hidup pada atap bangunan
o
Untuk bagian
atap yang dapat dicapai orang
harus digunakan minimum sebesar
100 kg/m2 bidang datar
o
Untuk beban akibat air hujan sebesar (40 – 0.8 a) kg/m2, dengan
a adalah sudut kemiringan atap bila kurang
dari 50°.
o
Beban terpusat
untuk pekerja dan peralatan pemadam kebakaran sebesar minimum
100 kg.
o
Bagian tepi atap yang terkantilever sebesar
minimum 200 kg.
o Pada bangunan tinggi yang menggunakan landasan helikopter diambil sebesar 200 kg/m2 .
Tabel 3.1. Berat sendiri
bahan bangunan dan komponen bangunan
Sumber: Peraturan Pembebanan Indonesia, 1983
Bahan dan Komponen
|
Berat
|
BAHAN BANGUNAN
|
Dalam Kg/m3
|
Baja
|
7850
|
Batu alam
|
2600
|
Batu belah, batu bulat, batu
gunung (tumpuk)
|
1500
|
Batu karang
|
700
|
Batu pecah
|
1450
|
Besi tuang
|
7250
|
Beton
|
2200
|
Beton bertulang
|
2400
|
Kayu
|
1000
|
Kerikil, koral
|
1650
|
Pasangan
bata merah
|
1700
|
Pasangan
batu belah, batu bulat,
batu gunung
|
2200
|
Pasangan batu cetak
|
2200
|
Pasangan batu karang
|
1450
|
Pasir
|
1600
|
Pasir jenuh air
|
1800
|
Pasir kerikil, koral
|
1850
|
Tanah, lempung kering
|
1700
|
Tanah, lempung basah
|
2000
|
Timah hitam
|
11400
|
KOMPONEN GEDUNG
|
Dalam Kg/m2
|
Adukan, per cm tebal
Aspal, termasuk bahan penambah Dinding
satu bata
Dinding setengah bata Dinding batako berlubang
Tebal 20 cm
Tebal 10 cm Dinding
batako tanpa lubang
Tebal 15 cm
Tebal 10 cm
Langit-langit asbes termasuk rangka
Lantai kayu untuk bentang 5 m dan
beban hidup 200 kg/m2
Rangka plafon kayu
Atap gentang dengan reng dan usuk Atap
sirap dengan reng dan usuk
Atap seng gelombang
Penutup lantai
per cm tebal
|
21
14
450
250
200
120
300
200
11
40
7
50
40
10
24
|
Tabel 3.2 Beban hidup
pada lantai bangunan
Sumber: Peraturan Pembebanan Indonesia, 1983
Komponen beban pada lantai
|
Beban (kg/m2)
|
|
a b
c
d e f
g h i j k
l m
|
Lantai dan tangga rumah tinggal, kecuali yang disebut dalam b
Lantai dan tangga rumah tinggal sederhana dan gudang-gudang
tidak penting yang bukan untuk toko, pabrik atau bengkel
Lantai sekolah, ruang kuliah,
kantor, toko, toserba, restoran,
hotel, asrama dan rumah sakit
Lantai ruang
olah raga Lantai
ruang dansa
lantai dan balkon-dalam dari ruang-ruang untuk pertemuan
yang laim dari pada yang disebut dalam a s/d
e, seperti mesjid, gereja, ruang
pagelaran, ruang rapat, bioskop
dan panggung penonton dengan tempat duduk tetap
Panggung penonton dengan tempat duduk tidak tetap atau
untuk penonton yang berdiri
Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut dalam c
Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut dalam d, e, f dan
g
Lantai ruang pelengkap
dari yang disebut dalam c, d, e, f dan
g
Lantai untuk: pabrik,
bengkel, gudang, perpustakaan, ruang arsip, toko buku, toko besi,
ruang alat-alat dan ruang
mesin, harus direncanakan terhadap beban hidup yang
ditentukan tersendiri, dengan minimum
Lantai gedung parkir bertingkat. untuk lantai bawah
untuk lantai tingkat lainnya
Balkon-balkon yang menjorok bebas keluar harus direncanakan terhadap
beban hidup dari lantai ruang yang berbatasan, dengan mininum
|
200
125
250
400
500
400
500
300
500
250
400
800
400
300
|
b) Beban Angin
Struktur yang berada pada lintasan angin akan menyebabkan angin berbelok atau dapat berhenti.
Sebagai akibatnya, energi kinetik
angin akan ber-ubah bentuk menjadi energi potensial
yang berupa tekanan atau isapan pada struktur.
Besar tekanan atau isapan yang diakibatkan oleh angin pada suatu titik akan bergantung pada kecepatan angin,
rapat massa udara,
lokasi yang ditinjau pada struktur,
perilaku
permukaan
struktur,
bentuk geometris, dimensi dan orientasi struktur.
Apabila suatu fluida seperti
udara mengalir di sekitar suatu benda, akan terladi pola arus kompleks
di sekitar benda tersebut. Perilaku
dan kerumitan pola aliran itu bergantung pada bentuk benda. Aliran dapat berupa aliran laminer, dapat pula turbulen. Gaya yang bekerja pada benda sebagai hasil dari gangguan
pada aliran tersebut dapat berupa tekanan atau isapan. Semakin
langsing suatu benda,
akan semakin kecil gaya reaksi yang diberikannya dalam arah berlawanan dengan arah angin bergerak, seperti pada Gambar
3.13.
Gambar 3.13. Aliran angin di sekitar bangunan
Sumber: Schodek,
1999
Beban angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif
dan tekanan negatif atau hisapan yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang.
-
Tekanan tiup
o Pada kondisi umum diambil rata-rata 25 kg/m2
o Di laut dan tepi laut sampai sejauh
5 km minimum 40 kg/m2
o Pada daerah dengan
kecepatan angin besar digunakan perhitungan tekanan
sebesar: V2 / 16 (kg/m2), dengan v adalah kecepatan yang ditentukan oleh instansi
yang berwenang
o
Pada bentuk
cerobong ditentukan: (42,5 + 0,6 h) kg/m2, dengan h adalah tinggi
cerobong
o Apabila bangunan
terlindung dari angin dapat dikalikan dengan koefisien reduksi sebesar 0,5.
-
Koefisien angin, berdasarkan posisi dan kondisi
bangunan seperti pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Koefisien angin menurut peraturan pembebanan Indonesia
Sumber: Peraturan Pembebanan Indonesia, 1983
Tabel 3.3 (lanjutan)
c) Beban Gempa
Gempa bumi adalah fenomena
getaran yang dikaitkan dengan kejutan pada kerak bumi. Kejutan yang berkaitan dengan benturan tersebut akan menjalar dalam bentuk gelombang. Gelombang
ini menyebabkan permukaan bumi dan bangunan
di atasnya bergetar.
Pada saat bangunan bergetar, timbul gaya-gaya pada struktur bangunan karena adanya
kecenderungan massa bangunan
untuk mempertahankan dirinya dari gerakan.
Gaya yang timbul
ini disebut gaya inersia. Besar gaya-gaya tersebut
bergantung pada banyak
faktor. Massa bangunan
merupakan faktor yang paling
utama karena gaya tersebut melibatkan inersia.
Faktor lain adalah cara massa tersebut terdistribusi, kekakuan struktur,
kekakuan tanah, jenis pondasi,
adanya mekanisme
redaman pada bangunan, dan tentu saja perilaku dan besar getaran
itu sendiri. Perilaku dan besar getaran merupakan
aspek yang sulit ditentukan secara tepat karena sifatnya yang acak (random), sekalipun kadang kala dapat ditentukan juga. Gerakan yang diakibatkan tersebut
berperilaku tiga dimensi. Gerakan
tanah horisontal biasanya merupakan yang terpenting dalam tinjauan
desain struktural.
Massa dan kekakuan struktur, yang juga periode
alami dari getaran yang berkaitan, merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi respons keseluruhan struktur terhadap
gerakan dan besar serta perilaku gaya-gaya yang timbul sebagai
akibat dari gerakan tersebut. Salah satu cara untuk memahami fenomena respons yang terlihat
dapat diperhatikan terlebih dahulu bagaimana suatu struktur kaku memberikan respons
terhadap getaran sederhana gedung. Strukturnya cukup fleksibel, seperti yang umumnya terdapat pada semua struktur
gedung.
MODEL STATIK.
Karena rumitnya analisis dinamis, model statis untuk merepresentasikan
gaya gempa sangat
berguna. Untuk tujuan desain berbagai model statis sering digunakan. Persamaan yang umum digunakan pada peraturan bangunan
untuk menentukan gaya desain gempa,
misalnya, adalah yang berbentuk:
V = ZTKCSW (4.1)
Dalam persamaan ini
V adalah geser statis
total pada dasar struktur, W adalah beban mati total pada gedung,
C adalah koefisien
yang bergantung pada periode dasar gedung (T),
Z adalah faktor yang bergantung
pada lokasi
geografi
gedung serta kemungkinan aktivitas dan intensitas gempa dilokasi yang bersangkutan,
K adalah faktor yang bergantung pada jenis struktur dan konstruksi yang digunakan (terutama berkaitan dengan
daktilitas dan kekakuan relatif),
I adalah koefisien
keutamaan yang bergantung pada jenis penggunaan gedung,
S adalah koefisien
yang bergantung pada (antara lain) hubungan antara periode alami gedung dan periode alami tanah tempat gedung tersebut dengan menggunakan persamaan berbentuk
T
= 0,05H/Ö D dengan D adalah dimensi struktur dalam arah sejajar dengan gaya yang bekerja
dan H adalah tinggi bagian utama gedung di atas dasar (dalam ft). Koefisien C mempunyai bentuk C = 15 / ÖT 0,12.
Semua persamaan dan faktor ditentukan secara empiris.
Gaya geser V yang didapat dengan menggunakan evaluasi faktor-faktor tersebut didistribusikan pada berbagai tingkat gedung dengan menggunakan metode-metode yang ada sehingga
menjadi beban lateral
di tiap tingkat.
Permasalahan gempa untuk bangunan di Indonesia, secara lebih rinci terdapat
dalam SNI 03-1726-2002: Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Rumah dan Gedung. Beban gempa yang nilainya
ditentukan oleh 3 hal, yaitu oleh besarnya probabilitas beban itu
dilampaui dalam kurun waktu tertentu,
oleh tingkat daktilitas struktur yang mengalaminya dan oleh kekuatan lebih yang terkandung di dalam struktur tersebut.
Menurut Standar
ini, peluang dilampauinya beban tersebut
dalam kurun waktu umur gedung 50 tahun adalah 10% dan gempa yang menyebabkannya disebut Gempa Rencana
(dengan perioda ulang 500 tahun), tingkat
daktilitas struktur
gedung dapat ditetapkan sesuai dengan kebutuhan, sedangkan faktor
kuat lebih f1 untuk
struktur gedung secara umum nilainya adalah 1,6. Dengan demikian,
beban gempa nominal adalah beban akibat pengaruh Gempa Rencana yang menyebabkan terjadinya pelelehan pertama di dalam struktur
gedung, kemudian direduksi
dengan faktor kuat lebih f1.
Apabila Ve
adalah pembebanan maksimum akibat
pengaruh Gempa
Rencana yang dapat diserap
oleh struktur gedung elastik
penuh dalam kondisi di ambang
keruntuhan dan Vy adalah pembebanan yang menyebabkan pelelehan
pertama di dalam struktur gedung,
maka berlaku hubungan sebagai
berikut:
V = Ve
(4.2)
y m
di
mana ȝ adalah faktor daktilitas struktur gedung.
Apabila Vn adalah pembebanan gempa nominal
akibat pengaruh Gempa Rencana
yang harus ditinjau dalam
perencanaan struktur
gedung, maka berlaku
hubungan sebagai
Vy V
|
(4.3)
f1 R
-
f1 adalah faktor kuat lebih beban dan bahan
yang terkandung di dalam struktur
gedung dan nilainya
ditetapkan sebesar f1 = 1,6.
-
R adalah faktor reduksi gempa
untuk
struktur gedung yang berperilaku elastik
penuh, R = 1,6.
Nilai R untuk berbagai
nilai ì yang bersangkutan dicantumkan Tabel 3.4,
Tabel 3.4. Parameter daktilitas dan reduksi
untuk struktur gedung
Sumber: SNI 03-1726-2002
d) Kombinasi Pembebanan
Pada setiap sistem struktur
terdapat berbagai jenis beban yang bekerja. Hal yang penting dalam menentukan beban desain adalah apakah semua beban tersebut
bekerja secara simultan
atau tidak. Perlu diperhatikan sekali lagi bahwa beban mati selalu terdapat pada struktur, sedangkan yang selalu berubah-ubah harganya
adalah besar beban hidup dan kombinasi beban hidup.
Struktur dapat dirancang untuk memikul
semua beban maksimum yang bekerja
secara simultan, tetapi model struktur
yang demikian, akan berkekuatan sangat berlebihan untuk kombinasi beban yang secara
aktual mungkin terjadi
selama umur struktur.
Berkenaan dengan hal ini, banyak peraturan atau rekomendasi mengenai reduksi beban desain apabila
ada kombinasi beban tertentu.
Untuk beban penggunaan pada gedung bertingkat banyak, sangat tidak mungkin
semua lantai secara simultan
memikul beban penggunaan maksimum. Oleh sebab itu ada reduksi yang diizinkan
dalam beban desain untuk merencanakan elemen struktur dengan memperhatikan efek kombinasi dan beban hidup
dari banyak lantai.
Kombinasi pembebanan
untuk bangunan-bangunan di Indonesia
ditentukan dalam
SNI 03-1727- 1989-F tentang Tata cara perencanaan pembebanan untuk rumah dan gedung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar