Sabtu, 29 Agustus 2015

Teknik Struktur Bangunan Untuk Kelas 11 SMK/MAK



3.1. Elemen-elemen Sistem Struktur Bangunan

Struktur bangunan adalah bagian dari sebuah sistem bangunan yang bekerja untuk menyalurkan beban yang diakibatkan oleh adanya bangunan di atas tanah. Fungsi struktur dapat disimpulkan untuk memberi kekuatan dan kekakuan yang diperlukan untuk mencegah sebuah bangunan mengalami keruntuhan. Struktur merupakan bagian bangunan yang menyalurkan beban-beban. Beban-beban tersebut menumpu pada elemen- elemen untuk selanjutnya disalurkan ke bagian bawah tanah bangunan, sehingga beban-beban tersebut akhirnya dapat di tahan.

2.2.1.         Sejarah Perkembangan Sistem Struktur

Secara singkat sejarah teknik struktur dapat dijelaskan melalui perubahan-perubahan sistem struktur dari penggunaan desain coba-coba yang digunakan oleh Mesir dan Yunani kuno hingga sistem struktur canggih yang digunakan saat ini. Perubahan bentuk struktur berhubungan erat dengan penggunaan material, teknologi konstruksi, pengetahuan perencana pada perilaku struktur atau analisis struktur, hingga keterampilan pekerja konstruksinya.
Keberhasilan terbesar para ahli teknik Mesir adalah digunakannya batu-batu yang berasal dari sepanjang sungai Nil untuk membangun kuil dan piramid. Karena kemampuan daya dukung batu yang rendah dan kualitas yang sangat tidak menentu, yang disebabkan adanya retak-retak dalam dan rongga-rongga, maka bentang balok-balok tersebut harus sependek mungkin untuk mem- pertahan    kerusakan    akibat

lentur (Gambar 3.1). Oleh kare- nanya sistem post-and-lintel yaitu balok batu masif bertum- pu pada kolom batu yang relatif

Gambar 3.1.  Struktur post and lintel Bangunan batu di Mesir
Sumber: Bautechnik Fachunde, 2007

tebal, memiliki kapasitas terbatas untuk menahan beban-beban horisontal atau beban eksentris vertikal, bangunan-bangunan menjadi relatif rendah.

Untuk stabilitas  kolom  harus  dibuat tebal,  dengan  pertimbangan  bahwa kolom ramping akan lebih mudah roboh dibandingkan dengan kolom tebal.
Yunani, lebih tertarik  dengan kolom batu dengan penampilan yang lebih halus (Gambar 3.2), menggunakan tipe yang sama dengan post-and-lintel  sistem pada bangunan Parthenon. Hingga awal abad 20-an, lama setelah konstruksi post-and-lintel digantikan oleh baja dan rangka beton, para arsitek melanjutkan dengan menutup fasad kuil Yunani klasik pada bagian penerima bangunan-bangunan. Tradisi kla- sik  jaman  Yunani  kuno  sangat

mempengaruhi  masa-masa  sete- lah pemerintahan mundur.

Gambar 3..2  Struktur post and lintel Bangunan Parthenon
Sumber: Bautechnik Fachunde, 2007
























Gambar 3.3.  Struktur lengkung pada Bangunan di Roma
Sumber: Bautechnik Fachunde, 2007

Sebagai pembangun berbakat, para teknisi Roma mengguna- kan struktur lengkung secara luas, seperti yang sering ditemui dalam deret-deret ben- tuk bertingkat pada stadion (coliseum), terowongan air, dan jembatan (Gambar 3.3).
Bentuk lengkung dari busur memungkinkan bentang bersih yang lebih panjang dari yang bisa diterapkan pada bangunan dengan konstruksi pasangan batu post-and-lintel. Stabilitas bangunan lengkung mensya- ratkan: 1) seluruh penampang bekerja menahan gaya tekan akibat kombinasi beban-beban keseluruhan, 2) abutmen atau dinding akhir mempunyai ke- mampuan yang cukup untuk menyerap gaya diagonal yang besar pada dasar lengkungan.

Orang-orang Roma mengembangkan metode pembentukan pelingkup ruang interior dengan kubah batu, seperti terlihat pada Pantheon yang ada di Roma.

Selama periode Gothic banyak bangunan-bangunan katedral megah seperti Chartres dan Notre Dame, bentuk lengkung diperhalus dengan hiasan- hiasan yang banyak dan berlebihan,  bentuk-bentuk yang ada menjadi semakin lebar (Gambar 3.4). Ruang- ruang atap dengan lengkungan tiga dimensional juga ditunjukan pada konstruksi atap-atap katedral. Elemen- elemen batu yang melengkung atau disebut flying buttresses, yang digunakan bersama dengan tiang-tiang penyangga dari  kolom  batu  yang  tebal


Gambar 3.4  Struktur lengkung kubah Bangunan
Sumber: Bautechnik Fachunde, 2007

atau dinding yang menyalurkan gaya dari kubah atap ke tanah (Gambar 3.5). Bidang teknik pada periode ini menghasilkan pengalaman yang tinggi berdasar pada apa yang dipelajari ahli bangunan dan mengajarkan pada murid-muridnya, selanjutnya ketrampilan ini diturunkan pada generasi- generasi selanjutnya.

Gambar 3.5.  Penampang sistem struktur pada bangunan katedral
Sumber: Leet, 2002



Meskipun katedral dan istana-istana megah didirikan selama bebarapa abad di Eropa tetapi tidak ada perubahan yang signifikan pada teknologi konstruksi, hingga diproduksinya besi tuang sebagai bahan komersial pada pertengahan abad ke-18. Bahan ini memungkinkan ahli teknik untuk mendesain bangunan dengan sederhana tetapi dengan balok- balok yang kuat, kolom-kolom dengan penampang yang lebih solid. Hal ini memungkinkan desain  struktur yang ringan dengan bentang yang lebih panjang dan bukaan-bukaan yang lebih lebar. Dinding penahan yang masif digunakan untuk konstruksi batu yang tidak memerlukan bentang panjang. Pada akhirnya, baja dengan kemampuan menahan gaya tarik yang tinggi dan tekan yang besar memungkinkan konstruksi dari struktur-struktur yang tinggi hingga saat ini untuk gedung pencakar langit (skyscraper).



























Gambar 3.6.  Struktur rangka baja
Menara Eifel, Paris
Sumber: Leet, 2002

Pada akhir abad ke-19, Eifel, seorang ahli teknik perancis yang banyak membangun jembatan baja bentang pan- jang     mengembangkan inovasi-nya untuk Menara Eifel, yang dikenal sebagai simbol kota Paris (Gambar 3.6). Dengan adanya pengembangan kabel baja tegangan tinggi, para ahli teknik               memungkinkan memba-ngun                     jembatan gantung dengan bentang panjang.
Penambahan tulangan baja pada beton memungkinkan para ahli untuk mengganti beton tanpa tulangan menjadi lebih kuat, dan menjadikan elemen struktur lebih liat (ductile). Beton bertulang me- merlukan cetakan sesuai dengan variasi bentuk yang diinginkan. Sejak beton bertu-

lang menjadi lebih monolit yang berarti bahwa aksi beton dan baja menjadi satu kesatuan unit, maka beton bertulang memiliki kemampuan yang lebih tidak terbatas.
Pengembangan      metode      analisis      memungkinkan      perencana memprediksikan gaya-gaya dalam pada konstruksi beton bertulang, desain

merupakan semi empiris dimana perhitungan didasarkan pada penelitian pada pengamatan perilaku dan pengujian-pengujian, serta dengan menggu- nakan prinsip-prinsip mekanika. Pada awal tahun 1920-an dengan meng- gunakan momen distribusi oleh Hardy Cross, para ahli menerapkan teknik yang relatif sederhana untuk menganalisis struktur. Perencana menjadi lebih terbiasa menggunakan momen distribusi untuk menganalisis rangka struktur yang tidak terbatas, dan menggunakan beton bertulang sebagai material bangunan yang berkembang pesat.
Dikenalnya teknik las pada akhir abad ke-19 memungkinkan pe- nyambungan elemen baja dan menyederhanakan konstruksi rangka kaku baja. Selanjutnya, pengelasan menggantikan plat-plat sambung berat dan sudut-sudut yang menggunakan paku keling.
Saat ini perkembangan komputer  dan penelitian-penelitian dalam ilmu bahan menghasilkan perubahan besar dari ahli-ahli teknik struktur dalam mengembangan pendukung khusus struktur. Pengenalan komputer dan pengembangan metode matriks untuk balok, pelat dan elemen bidang permukaan memungkinkan perencana menganalisis struktur yang kompleks dengan cepat dan akurat.

2.2.2.         Klasifikasi Struktur

Untuk dapat memahami suatu bidang ilmu termasuk struktur bangunan, maka pengetahuan tentang bagaimana kelompok-kelompok dalam struktur dibedakan, diurutkan, dan dinamakan secara sistematis sangat diperlukan. Pengetahuan tentang kriteria dan kemungkinan hubungan dari bentuk-bentuk menjadi dasar untuk mengklasifikasikan struktur bangunan. Metode umum yang sering digunakan adalah mengklasifikasikan elemen struktur dan sistemnya menurut bentuk dan sifat fisik dasar dari suatu konstruksi, seperti pada Gambar 3.7.
Klasifikasi struktur berdasarkan geometri atau bentuk dasarnya:
·         Elemen garis atau elemen yang disusun dari elemen-elemen garis, adalah klasifikasi elemen yang panjang dan langsing dengan potongan melintangnya lebih kecil dibandingkan ukuran panjangnya. Elemen garis dapat dibedakan atas garis lurus dan garis lengkung.
·         Elemen permukaan adalah klasifikasi elemen yang ketebalannya lebih kecil dibandingkan ukuran panjangnya. Elemen permukaan, dapat berupa datar atau lengkung. Elemen permukaan lengkung bisa berupa lengkung tunggal ataupun lengkung ganda
Klasifikasi struktur berdasarkan karakteristik kekakuannya elemennya:
·         Elemen kaku, biasanya sebagai batang yang tidak mengalami perubahan bentuk yang cukup besar apabila mengalami gaya akibat beban-beban.
·         Elemen tidak kaku atau fleksibel, misalnya kabel yang cenderung berubah menjadi bentuk tertentu pada suatu kondisi pembebanan. Bentuk   struktur   ini   dapat   berubah   drastis   sesuai   perubahan

pembebanannya. Struktur fleksibel akan mempertahankan keutuhan fisiknya meskipun bentuknya berubah-ubah.

Gambar 3.7. Klasifikasi elemen struktur
Sumber: Schodek, 1999

Berdasarkan    susunan    elemen,    dibedakan    menjadi    2    sistem    seperti diilistrasikan pada Gambar 3.8:
·         Sistem satu arah, dengan mekanisme transfer beban dari struktur untuk menyalurkan ke tanah merupakan aksi satu arah saja. Sebuah balok yang terbentang pada dua titik tumpuan adalah contoh sistem satu arah.
·         Sistem dua arah, dengan dua elemen bersilangan yang terletak di atas dua titik tumpuan dan tidak terletak di atas garis yang sama. Suatu pelat bujur sangkar datar yang kaku dan terletak di atas tumpuan pada tepi-tepinya

Gambar 3.8. Klasifikasi struktur menurut mekanisme transfer beban
Sumber: Schodek, 1999

Berdasarkan material pembentuknya, dibedakan:
·         Struktur kayu
·         Struktur baja
·         Struktur beton, dll

2.2.3.         Elemen-elemen Utama Struktur

Elemen-elemen struktur utama seperti pada Gambar 3.9, dike- lompokan menjadi tiga kelompok utama, yaitu:
·         Elemen kaku yang umum digunakan: balok, kolom,  pelengkung, pelat datar, pelat berkelengkungan tunggal dan cangkang.
·         Elemen tidak kaku atau fleksibel: kabel, membran atau bidang berpelengkung tunggal maupun ganda.
·         Elemen-elemen yang merupakan rangkaian dari elemen-elemen tunggal: rangka, rangka batang, kubah, dan jaring.

a)         Balok dan Kolom

Struktur yang dibentuk dengan cara meletakkan elemen kaku horisontal di atas elemen kaku vertikal. Elemen horisontal (balok) memikul beban yang bekerja secara transversal dari panjangnya dan menyalurkan beban tersebut ke elemen vertikal (kolom) yang menumpunya. Kolom dibebani secara aksial oleh balok, dan akan menyalurkan beban tersebut ke tanah. Balok akan melentur sebagai akibat dari beban yang bekerja secara transversal, sehingga balok sering disebut memikul beban secara melentur. Kolom tidak melentur ataupun melendut karena pada umumnya mengalami

gaya aksial saja. Pada suatu bangunan struktur balok dapat merupakan balok tunggal di atas tumpuan sederhana ataupun balok menerus. Pada umumnya balok menerus merupakan struktur yang lebih menguntungkan dibanding balok bentangan tunggal di atas dua tumpuan sederhana.




b)        Rangka


Gambar 3.9. Jenis-jenis elemen struktur
Sumber: Schodek, 1999

Struktur rangka secara sederhana sama dengan jenis balok-tiang (post-and-beam), tetapi dengan aksi struktural yang berbeda karena adanya titik hubung kaku antar elemen vertikal dan elemen horisontalnya. Kekakuan titik hubung ini memberi kestabilan terhadap gaya lateral. Pada sistem rangka ini, balok maupun kolom akan melentur sebagai akibat adanya aksi beban pada struktur. Pada struktur rangka panjang setiap elemen terbatas, sehingga biasanya akan dibuat dengan pola berulang.

c)         Rangka Batang

Rangka batang (trusses) adalah struktur yang dibuat dengan menyusun elemen linier berbentuk batang-batang yang relatif pendek dan lurus menjadi pola-pola segitiga. Rangka batang yang terdiri atas elemen- elemen diskrit akan melendut secara keseluruhan apabila mengalami pembebanan  seperti  halnya  balok  yang  terbebani  transversal.  Setiap

elemen batangnya tidak melentur tetapi hanya akan mengalami gaya tarik atau tekan saja.

d)        Pelengkung

Pelengkung adalah struktur yang dibentuk oleh elemen garis yang melengkung dan membentang antara dua titik. Struktur ini umumnya terdiri atas potongan-potongan kecil yang mempertahankan posisinya akibat adanya pembebanan. Bentuk lengkung dan perilaku beban merupakan hal pokon yang menentukan apakah struktur tersebut stabil atau tidak. Kekuatan struktur tergantung dari bahan penyusunnya serta beban yang akan bekerja padanya. Contoh struktur pelengkung adalah pelengkung yang dibentuk dari susunan bata. Bentuk struktur pelengkung yang banyak digunakan pada bangunan modern adalah pelengkung kaku (rigid arch). Struktur ini hampir sama dengan pelengkung bata tetapi terbuat dari material kaku. Struktur pelengkung kaku dapat menahan beban aksial lebih baik tanpa terjadi lendutan atau bengkokan pada elemen strukturnya, jika dibandingkan dengan pelengkung bata.

e)         Dinding dan Plat

Pelat datar dan dinding adalah struktur kaku pembentuk permukaan. Suatu dinding pemikul beban dapat memikul beban baik beban yang bekerja dalam arah vertikal maupun beban lateral seperti beban angin maupun gempa. Jika struktur dinding terbuat dari susunan material kecil seperti bata, maka kekuatan terhadap beban dalam arah tegak lurus menjadi sangat terbatas.
Struktur pelat datar digunakan secara horisontal dan memikul beban sebagai lentur dan meneruskannya ke tumpuan. Struktur pelat dapat terbuat dari beton bertulang ataupun baja. Pelat horisontal dapat dibuat dengan pola susunan elemen garis yang kaku dan pendek, dan bentuk segitiga tiga dimensi digunakan untuk memperoleh kekakuan yang lebih baik. Struktur pelat dapat berupa pelat lipat (folded plate) yang merupakan pelat kaku, sempit, panjang, yang digabungkan di sepanjang sisi panjangnya dan digunakan dengan bentang horisontal.

f)          Cangkang silindrikal dan terowongan

Cangkang silindrikal dan terowongan merupakan jenis struktur pelat- satu-kelengkungan. Struktur cangkang memiliki bentang longitudinal dan kelengkungannya tegak lurus terhadap diameter bentang. Struktur cangkang yang cukup panjang akan berperilaku sebagai balok dengan penampang melintang adalah kelengkungannya. Bentuk struktur cangkang ini harus terbuat dari material kaku seperti beton bertulang atau baja.
Terowongan adalah struktur berpelengkung tunggal yang membentang pada arah transversal. Terowongan dapat dipandang sebagai pelengkung menerus.

g)        Kubah dan Cangkang Bola

Kubah dan cangkang bola merupakan bentuk struktur berkelengkungan ganda. Bentuk kubah dan cangkang dapat   dipandang

sebagai bentuk lengkungan yang diputar. Umumnya dibentuk dari material kaku seperti beton bertulang, tetapi dapat pula dibuat dari tumpukan bata. Kubah dan cangkang bola adalah struktur yang sangat efisien yang digunakan pada bentang besar, dengan penggunaan material yang relatif sedikit. Struktur bantuk kubah dapat juga dibuat dari elemen-elemen garis, kaku, pendek dengan pola yang berulang, contohnya adalah kubah geodesik.

h)        Kabel

Kabel adalah elemen struktur fleksibel. Bentuk struktur kabel tergantung dari basar dan perilaku beban yang bekerja padanya. Struktur kabel yang ditarik pada kedua ujungnya, berbentuk lurus saja disebut tie- rod. Jika pada bentangan kabel terdapat beban titik eksternal maka bentuk kabel akan berupa segmen-segmen garis. Jika beban yang dipikul adalah beban terbagi merata, maka kabel akan berbentuk lengkungan, sedangkan berat sendiri struktur kabel akan menyebabkan bentuk lengkung yang disebut catenary-curve.

i)           Membran, Tenda dan Jaring

Membran adalah lembaran tipis dan fleksibel. Tenda biasanya dibentuk dari permukaan membran. Bentuk strukturnya dapat berbentuk sederhana maupun kompleks dengan menggunakan membran-membran. Untuk permukaan dengan kelengkungan ganda seperti permukaan bola, permukaan aktual harus tersusun dari segmen-segmen yang jauh lebih kecil karena umumnya membran hanya tersedia dalam bentuk lembaran- lembaran datar. Membran fleksibel yang dipakai pada permukaan dengan menggantungkan pada sisi cembung berarah ke bawah, atau jika berarah keatas harus ditambahkan mekanisme tertentu agar bentuknya dapat tetap. Mekanisme lain adalah dengan menarik membran agar mempunyai bentuk tertentu. Jaring adalah permukaan tiga dimensi yang terbuat dari sekumpulan kabel lengkung yang melintang.

2.2.4.         Satuan Struktur Utama dan Penggabungannya

Dalam bidang teknik sipil aplikasi struktur terutama dibedakan pada jenis struktur gedung dan struktur untuk bangunan lain. Pada struktur gedung kombinasi struktur selalu berperilaku untuk membentuk volume (ruang) tertentu. Sedangkan bangunan lain (contohnya jembatan), struktur bangunan berfungsi untuk memikul permukaan linear.
Satuan struktural utama adalah struktur minimum yang digunakan pada konteks bangunan gedung yang dapat dipergunakan baik secara individual maupun secara berulang. Sebagai contoh, empat kolom beserta permukaan bidang kaku yang ditumpunya membentuk volume ruang tertentu merupakan satuan struktural utama. Satuan ini dengan susunan bersebelahan maupun bertumpuk akan membentuk volume ruang  yang lebih besar. Jika diletakkan bersebelahan maka kolom-kolom dapat dipergunakan bersama oleh masing-masing satuan.

Satuan struktural utama dapat terdiri atas kombinasi elemen-elemen linier/garis, bidang/permukaan, vertikal maupun horisontal, baik tunggal maupun rangkaian rangka. Satuan struktural yang biasa dijumpai dapat dibedakan menjadi:
·         Sistem yang membentang secara horisontal
·         Sistem yang membentang secara vertikal
·         Sistem tumpuan lateral.

Gambar 3.10. Susunan sistem struktur penahan bentang horisontal untuk bentang pendek
Sumber: Schodek, 1999
Pada permukaan datar, sistem yang membentang secara horisontal dapat terdiri atas satu atau dua elemen yang membentang. Untuk sistem yang terdiri atas elemen-elemen pembentang secara vertikal dapat berupa hirarki: bidang pembentuk permukaan yang terbentang pendek akan ditumpu oleh balok-balok sekunder (balok anak) yang berjarak dekat antara satu dengan lainnya, balok-balok sekunder selanjutnya akan dipikul oleh balok-balok lain (utama/induk) yang lebih besar dengan jarak yang lebih lebar, balok-balok utama ini yang akan menyalurkan beban ke elemen pemikul vertikal. Hirarki elemen-elemen struktur dapat terdiri atas dua lapis, tiga lapis atau lebih, tetapi hirarki tiga lapis adalah hirarki yang paling sering digunakan. (Gambar 3.10). Pada situasi dengan bentang-bentang pendek sistem lantai dan balok-balok sering digunakan, sedangkan untuk bentang struktur yang panjang rangka batang atau struktur kabel merupakan sistem yang banyak digunakan (Gambar 3.11).
Pada tumpuan vertikal, umumnya terdiri atas dinding pemikul beban dan sistem kolom. Dinding pemikul beban dapat digunakan untuk menerima beban pada seluruh bagian panjangnya, misalnya dari bidang horisontal. Pada sistem kolom akan menerima gaya-gaya terpusat saja, umumnya dari ujung-ujung balok.


Gambar 3.11. Susunan sistem struktur penahan bentang horisontal untuk bentang lebar atau panjang
Sumber: Schodek, 1999
Beban-beban yang bekerja pada arah horisontal seperti angin atau gempa dapat menyebabkan struktur runtuh secara lateral. Struktur dinding dapat memikul beban-beban tersebut, sebaliknya sistem balok dan kolom membutuhkan elemen-elemen pemikiul lain misalnya elemen linier diagonal.

3.2.    Faktor-faktor yang mempengaruhi struktur


3.2.1.         Kriteria desain struktur
Untuk melakukan desain dan analisis struktur perlu ditetapkan kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan bahwa struktur sesuai dengan manfaat penggunaannya. Beberapa kriteria desain struktur:
§   Kemampuan layan (serviceability)
Struktur harus mampu memikul beban rancangan secara aman, tanpa kelebihan tegangan pada  material dan  mempunyai batas  deformasi dalam batas yang diizinkan. Kemampuan layan meliputi:
-       Kriteria kekuatan yaitu pemilihan dimensi serta bentuk elemen struktur pada  taraf yang dianggap  aman sehingga  kelebihan tegangan pada material (misalnya ditunjukkan adanya keratakan) tidak terjadi.


-      variasi kekakuan struktur yang berfungsi untuk mengontrol deformasi yang diakibatkan oleh beban. Deformasi merupakan perubahan bentuk bagian struktur yang akan tampak jelas oleh pandangan mata, sehingga sering tidak diinginkan terjadi. Kekakuan sangat tergantung pada jenis, besar, dan distribusi bahan pada sistem struktur. Untuk mencapai kekakuan struktur seringkali diperlukan elemen struktur yang cukup banyak bila dibandingkan untuk memenuhi syarat kekuatan struktur.
-      gerakan pada struktur yang juga berkaitan dengan deformasi. Kecepatan dan percepatan aktual struktur yang memikul beban dinamis dapat dirasakan oleh pemakai bangunan, dan dapat menimbulkan rasa tidak nyaman. Pada struktur bangunan tinggi terdapat gerakan struktur akibat beban angin. Untuk itu diperlukan kriteria mengenai batas kecepatan dan percepatan yang diizinkan. Kontrol akan tercapai melalui manipulasi kekakuan struktur dan karakteristik redaman.

§   Efisiensi

Kriteria efisiensi mencakup tujuan untuk mendesain struktur yang relatif lebih ekonomis. Indikator yang sering digunakan pada kriteria ini adalah jumlah material yang diperlukan untuk memikul beban. Setiap sistem struktur dapat memerlukan material yang berbeda untuk memberikan kemampuan layan struktur yang sama. Penggunaan volume yang minimum sebagai kriteria merupakan konsep yang penting bagi arsitek maupun perencana struktur.

§   Konstruksi

Tinjauan konstruksi juga akan mempengaruhi pilihan struktural. Konstruksi merupakan kegiatan perakitan elemen-elemen atau material- material struktur. Konstruksi akan efisien apabila materialnya mudah dibuat dan dirakit. Kriteria konstruksi sangat luas mencakup tinjauan tentang cara atau metode untuk melaksanakan struktur bangunan, serta jenis dan alat yang diperlukan dan waktu penyelesaian. Pada umumnya perakitan dengan bagian-bagian yang bentuk dan ukurannya mudah dikerjakan dengan peralatan konstruksi yang ada merupakan hal yang dikehendaki.

§   Ekonomis

Harga merupakan faktor yang menentukan pemilihan struktur. Konsep harga berkaitan dengan efisiensi bahan dan kemudahan pelaksanaannya. Harga total seuatu struktur sangat bergantung pada banyak dan harga material yang digunakan, serta biaya tenaga kerja pelaksana konstruksi, serta biaya peralatan yang diperlukan selama pelaksanaan.

§   Lain-lain

Selain faktor yang dapat diukur seperti kriteria sebelumnya,  kriteria relatif yang lebih subyektif juga akan menentukan pemilihan struktur.

Peran struktur untuk menunjang tampilan dan estetika oleh perancang atau arsitek bangunan termasuk faktor yang juga sangat penting dalam pertimbangan struktur.

3.2.2.         Pembebanan pada Struktur

Dalam melakukan analisis desain suatu struktur, perlu ada gambaran yang jelas mengenai perilaku dan besar beban yang bekerja pada struktur. Gambar 3.12, menunjukan diagram beban-beban yang harus diperhatikan dan cara untuk menentukan karakteristiknya. Perencanaan pembebanan di Indonesia  diatur  melalui  SNI  03-1727-1989-F,  Tata  cara  perencanaan

Gambar 3.12. Skema pembebanan struktur
Sumber: Schodek, 1999

Hal penting yang mendasar adalah pemisahan antara beban-beban yang bersifat statis dan dinamis.
-         Gaya statis adalah gaya yang bekerja secara terus-menerus pada struktur. Deformasi ini akan mencapai puncaknya apabila gaya statis maksimum.
-         Gaya dinamis adalah gaya yang bekerja secara tiba-tiba dan/atau kadang-kadang pada struktur. Pada umumya mempunyai karakterisitik besar dan lokasinya berubah dengan cepat. Deformasi pada struktur akibat beban ini juga berubah-ubah secara cepat. Gaya dinamis dapat menyebabkan terjadinya osilasi pada struktur hingga deformasi puncak tidak terjadi bersamaan dengan terjadinya gaya terbesar

a)         Gaya-gaya Statis

Gaya-gaya statis pada umumnya dapat dibagi lagi menjadi beban mati, beban hidup, dan beban akibat penurunan atau efek termal.
Beban Mati adalah beban-beban yang bekerja vertikal ke bawah pada struktur dan mempunyai karakteristik bangunan, seperti misalnya penutup lantai, alat mekanis, partisi yang dapat dipindahkan, adalah beban mati. Berat eksak elemen-elemen ini pada umumnya diketahui atau dapat dengan mudah ditentukan dengan derajat ketelitian cukup tinggi. Semua metode untuk menghitung beban mati suatu elemen adalah didasarkan atas peninjauan berat satuan material yang terlihat dan berdasarkan volume elemen tersebut. Berat satuan (unit weight) material secara empiris telah ditentukan dan telah banyak dicantumkan tabelnya pada sejumlah sumber untuk memudahkan perhitungan beban mati (Tabel 3.1).
Beban hidup adalah beban-beban yang bisa ada atau tidak ada pada struktur untuk suatu waktu yang diberikan. Meskipun dapat berpindah- pindah, beban hidup masih dapat dikatakan bekerja secara perlahan-lahan pada struktur. Beban penggunaan (occupancy loads) adalah beban hidup. Yang termasuk ke dalam beban penggunaan adalah berat manusia, perabot, barang yang disimpan, dan sebagainya (Tabel 3.2).
Dalam peraturan pembebanan Indonesia, beban hidup meliputi:
-         Beban hidup pada lantai gedung
o    Beban sudah termasuk perlengkapan ruang sesuai dengan kegunaan ruang yang bersangkutan, serta dinding pemisah ringan dengan berat tidak lebih 100 kg/m2. Beban untuk perlengkapan ruang yang berat harus ditentukan tersendiri.
o    Beban tidak perlu dikalikan koefisien kejut
o    Beban lantai untuk bangunan multi guna harus menggunakan beban terberat yang mungkin terjadi
-         Beban hidup pada atap bangunan
o    Untuk bagian atap yang dapat dicapai orang harus digunakan minimum sebesar 100 kg/m2  bidang datar
o    Untuk beban akibat air hujan sebesar (40 0.8 a) kg/m2, dengan
a adalah sudut kemiringan atap bila kurang dari 50°.
o    Beban terpusat untuk pekerja dan peralatan pemadam kebakaran sebesar minimum 100 kg.
o    Bagian tepi atap yang terkantilever sebesar minimum 200 kg.
o    Pada bangunan tinggi yang menggunakan landasan helikopter diambil sebesar 200 kg/m2 .

Tabel 3.1. Berat sendiri bahan bangunan dan komponen bangunan
Sumber: Peraturan Pembebanan Indonesia, 1983

Bahan dan Komponen
Berat
BAHAN BANGUNAN
Dalam Kg/m3
Baja
7850
Batu alam
2600
Batu belah, batu bulat, batu gunung (tumpuk)
1500
Batu karang
700
Batu pecah
1450
Besi tuang
7250
Beton
2200
Beton bertulang
2400
Kayu
1000
Kerikil, koral
1650
Pasangan bata merah
1700
Pasangan batu belah, batu bulat, batu gunung
2200
Pasangan batu cetak
2200
Pasangan batu karang
1450
Pasir
1600
Pasir jenuh air
1800
Pasir kerikil, koral
1850
Tanah, lempung kering
1700
Tanah, lempung basah
2000
Timah hitam
11400
KOMPONEN GEDUNG
Dalam Kg/m2
Adukan, per cm tebal
Aspal, termasuk bahan penambah Dinding satu bata
Dinding setengah bata Dinding batako berlubang
Tebal 20 cm
Tebal 10 cm Dinding batako tanpa lubang
Tebal 15 cm
Tebal 10 cm
Langit-langit asbes termasuk rangka
Lantai kayu untuk bentang 5 m dan beban hidup 200 kg/m2
Rangka plafon kayu
Atap gentang dengan reng dan usuk Atap sirap dengan reng dan usuk Atap seng gelombang
Penutup lantai per cm tebal
21
14
450
250

200
120

300
200
11

40
7
50
40
10
24



Tabel 3.2 Beban hidup pada lantai bangunan
Sumber: Peraturan Pembebanan Indonesia, 1983


Komponen beban pada lantai
Beban (kg/m2)

a b

c

d e f




g h i j k



l m

Lantai dan tangga rumah tinggal, kecuali yang disebut dalam b
Lantai dan tangga rumah tinggal sederhana dan gudang-gudang tidak penting yang bukan untuk toko, pabrik atau bengkel
Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toko, toserba, restoran, hotel, asrama dan rumah sakit
Lantai ruang olah raga Lantai ruang dansa
lantai dan balkon-dalam dari ruang-ruang untuk pertemuan yang laim dari pada yang disebut dalam a s/d e, seperti mesjid, gereja, ruang pagelaran, ruang rapat, bioskop dan panggung penonton dengan tempat duduk tetap
Panggung penonton dengan tempat duduk tidak tetap atau untuk penonton yang berdiri
Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut dalam c
Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut dalam d, e, f dan g
Lantai ruang pelengkap dari yang disebut dalam c, d, e, f dan g
Lantai untuk: pabrik, bengkel, gudang, perpustakaan, ruang arsip, toko buku, toko besi, ruang alat-alat dan ruang mesin, harus direncanakan terhadap beban hidup yang ditentukan tersendiri, dengan minimum
Lantai gedung parkir bertingkat. untuk lantai bawah
untuk lantai tingkat lainnya
Balkon-balkon yang menjorok bebas keluar harus direncanakan terhadap beban hidup dari lantai ruang yang berbatasan, dengan mininum

200

125


250

400
500
400




500

300

500

250

400





800
400
300





b)        Beban Angin

Struktur yang berada pada lintasan angin akan menyebabkan angin berbelok atau dapat berhenti. Sebagai akibatnya, energi kinetik angin akan ber-ubah bentuk menjadi energi potensial yang berupa tekanan atau isapan pada struktur. Besar tekanan atau isapan yang diakibatkan oleh angin pada suatu titik akan bergantung pada kecepatan angin, rapat massa udara,

lokasi  yang  ditinjau  pada  struktur,  perilaku  permukaan  struktur,  bentuk geometris, dimensi dan orientasi struktur.
Apabila suatu fluida seperti udara mengalir di sekitar suatu benda, akan terladi pola arus kompleks di sekitar benda tersebut. Perilaku dan kerumitan pola aliran itu bergantung pada bentuk benda. Aliran dapat berupa aliran laminer, dapat pula turbulen. Gaya yang bekerja pada benda sebagai hasil dari gangguan pada aliran tersebut dapat berupa tekanan atau isapan. Semakin langsing suatu benda, akan semakin kecil gaya reaksi yang diberikannya dalam arah berlawanan dengan arah angin bergerak, seperti pada Gambar 3.13.


Gambar 3.13. Aliran angin di sekitar bangunan
Sumber: Schodek, 1999


Beban angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif dan tekanan negatif atau hisapan yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang.
-         Tekanan tiup
o    Pada kondisi umum diambil rata-rata 25 kg/m2
o    Di laut dan tepi laut sampai sejauh 5 km minimum 40 kg/m2
o    Pada daerah dengan kecepatan angin besar digunakan perhitungan tekanan sebesar: V2 / 16 (kg/m2), dengan v adalah kecepatan yang ditentukan oleh instansi yang berwenang
o    Pada bentuk cerobong ditentukan: (42,5 + 0,6 h) kg/m2, dengan h adalah tinggi cerobong
o    Apabila bangunan terlindung dari angin dapat dikalikan dengan koefisien reduksi sebesar 0,5.
-         Koefisien angin, berdasarkan posisi dan kondisi bangunan seperti pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Koefisien angin menurut peraturan pembebanan Indonesia
Sumber: Peraturan Pembebanan Indonesia, 1983


Tabel 3.3 (lanjutan)


c)         Beban Gempa

Gempa bumi adalah fenomena getaran yang dikaitkan dengan kejutan pada kerak bumi. Kejutan yang berkaitan dengan benturan tersebut akan menjalar dalam bentuk gelombang. Gelombang ini menyebabkan permukaan bumi dan bangunan di atasnya bergetar.
Pada saat bangunan bergetar, timbul gaya-gaya pada struktur bangunan karena adanya kecenderungan massa bangunan untuk mempertahankan dirinya dari gerakan. Gaya yang timbul ini disebut gaya inersia. Besar gaya-gaya tersebut bergantung pada banyak faktor. Massa bangunan merupakan faktor yang paling utama karena gaya tersebut melibatkan inersia. Faktor lain adalah cara massa tersebut terdistribusi, kekakuan struktur, kekakuan tanah, jenis pondasi, adanya mekanisme redaman pada bangunan, dan tentu saja perilaku dan besar getaran itu sendiri. Perilaku dan besar getaran merupakan aspek yang sulit ditentukan secara tepat karena sifatnya yang acak (random), sekalipun kadang kala dapat ditentukan juga. Gerakan yang diakibatkan tersebut berperilaku tiga dimensi. Gerakan tanah horisontal biasanya merupakan yang terpenting dalam tinjauan desain struktural.
Massa dan kekakuan struktur, yang juga periode alami dari getaran yang berkaitan, merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi respons keseluruhan struktur terhadap gerakan dan besar serta perilaku gaya-gaya yang timbul sebagai akibat dari gerakan tersebut. Salah satu cara untuk memahami fenomena respons yang terlihat dapat diperhatikan terlebih dahulu bagaimana suatu struktur kaku memberikan respons terhadap getaran sederhana gedung. Strukturnya cukup fleksibel, seperti yang umumnya terdapat pada semua struktur gedung.

MODEL STATIK.

Karena rumitnya analisis dinamis, model statis untuk merepresentasikan gaya gempa sangat berguna. Untuk tujuan desain berbagai model statis sering digunakan. Persamaan yang umum digunakan pada peraturan bangunan untuk menentukan gaya desain gempa, misalnya, adalah yang berbentuk:
V = ZTKCSW                                                  (4.1)
Dalam persamaan ini
V     adalah geser statis total pada dasar struktur, W         adalah beban mati total pada gedung,
C adalah koefisien yang bergantung pada periode dasar gedung (T),
Z adalah faktor yang bergantung  pada  lokasi  geografi  gedung serta kemungkinan aktivitas dan intensitas gempa dilokasi yang bersangkutan,

K adalah faktor yang bergantung pada jenis struktur dan konstruksi yang digunakan (terutama berkaitan dengan daktilitas dan kekakuan relatif),
I adalah koefisien keutamaan yang bergantung pada jenis penggunaan gedung,
S adalah koefisien yang bergantung pada (antara lain) hubungan antara periode alami gedung dan periode alami tanah tempat gedung tersebut dengan menggunakan persamaan berbentuk T
= 0,05H/Ö D dengan D adalah dimensi struktur dalam arah sejajar dengan gaya yang bekerja dan H adalah tinggi bagian utama gedung di atas dasar (dalam ft). Koefisien C mempunyai bentuk C = 15 / ÖT 0,12.
Semua persamaan dan faktor ditentukan secara  empiris.  Gaya geser V yang didapat dengan menggunakan evaluasi faktor-faktor tersebut didistribusikan pada berbagai tingkat gedung dengan menggunakan metode-metode yang ada sehingga menjadi beban lateral di tiap tingkat.
Permasalahan gempa untuk bangunan di Indonesia, secara lebih rinci terdapat dalam SNI 03-1726-2002: Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Rumah dan Gedung. Beban gempa yang nilainya ditentukan oleh 3 hal, yaitu oleh besarnya probabilitas beban itu dilampaui dalam kurun waktu tertentu, oleh tingkat daktilitas struktur yang mengalaminya dan oleh kekuatan lebih yang terkandung di dalam struktur tersebut.
Menurut Standar ini, peluang dilampauinya beban tersebut dalam kurun waktu umur gedung 50 tahun adalah 10% dan gempa yang menyebabkannya disebut Gempa Rencana (dengan perioda ulang 500 tahun), tingkat daktilitas struktur gedung dapat ditetapkan sesuai dengan kebutuhan, sedangkan faktor kuat lebih f1 untuk struktur gedung secara umum nilainya adalah 1,6. Dengan demikian, beban gempa nominal adalah beban akibat pengaruh Gempa Rencana yang menyebabkan terjadinya pelelehan pertama di dalam struktur gedung, kemudian direduksi dengan faktor kuat lebih f1.
Apabila Ve adalah pembebanan maksimum akibat pengaruh Gempa
Rencana yang dapat diserap oleh struktur gedung elastik penuh dalam kondisi di ambang keruntuhan dan Vy adalah pembebanan yang menyebabkan pelelehan pertama di dalam struktur gedung, maka berlaku hubungan sebagai berikut:

V  = Ve

(4.2)

y            m
di mana ȝ adalah faktor daktilitas struktur gedung.

Apabila Vn adalah pembebanan gempa nominal akibat pengaruh Gempa Rencana yang harus ditinjau dalam perencanaan struktur gedung, maka berlaku hubungan sebagai



Vy      V
n
 
V  =       =    e
(4.3)

f1              R
-         f1  adalah faktor kuat lebih beban dan bahan yang terkandung di dalam struktur gedung dan nilainya ditetapkan sebesar f1 = 1,6.
-         R   adalah   faktor   reduksi   gempa   untuk   struktur   gedung   yang berperilaku elastik penuh, R = 1,6.
Nilai R untuk berbagai nilai ì yang bersangkutan dicantumkan Tabel 3.4,

Tabel 3.4. Parameter daktilitas dan reduksi untuk struktur gedung
Sumber: SNI 03-1726-2002


d)        Kombinasi Pembebanan

Pada setiap sistem struktur terdapat berbagai jenis beban yang bekerja. Hal yang penting dalam menentukan beban desain adalah apakah semua beban tersebut bekerja secara simultan atau tidak. Perlu diperhatikan sekali lagi bahwa beban mati selalu terdapat pada struktur, sedangkan yang selalu berubah-ubah harganya adalah besar beban hidup dan kombinasi beban hidup.
Struktur dapat dirancang untuk memikul semua beban maksimum yang bekerja secara simultan, tetapi model struktur yang demikian, akan berkekuatan sangat berlebihan untuk kombinasi beban yang secara aktual mungkin terjadi selama umur struktur. Berkenaan dengan hal ini, banyak peraturan atau rekomendasi mengenai reduksi beban desain apabila ada kombinasi beban tertentu.
Untuk beban penggunaan pada gedung bertingkat banyak, sangat tidak mungkin semua lantai secara simultan memikul beban penggunaan maksimum. Oleh sebab itu ada reduksi yang diizinkan dalam beban desain untuk merencanakan elemen struktur dengan memperhatikan efek kombinasi dan beban hidup dari banyak lantai. Kombinasi pembebanan

untuk bangunan-bangunan di Indonesia ditentukan dalam SNI 03-1727- 1989-F tentang Tata cara perencanaan pembebanan untuk rumah dan gedung.

Tidak ada komentar: